Tanya Jawab Seputar Tunjangan Hari Raya (THR)
Bulan Ramadhan merupakan berkah bagi para umat Muslim. Sebentar lagi, hari kemenangan yang ditunggu – tunggu pun tiba. Sudah menjadi tradisi kultural di Indonesia apabila menjelang Hari Raya Idul Fitri, para pekerja mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sehingga pekerja dapat memanjakan keluarga mereka dengan pakaian baru, perlengkapan alat Sholat, hidangan lezat di Hari Raya atau sekedar melepas penat bersama keluarga.
- Apa yang dimaksud dengan THR?
- Adakah Undang-Undang atau peraturan yang mengatur mengenai THR?
- Siapa yang wajib membayar THR?
- Apakah semua pekerja berhak mendapat THR?
- Berapa besar THR yang harus diberikan kepada pekerja?
- Apa yang dimaksud dengan upah dalam pertanyaan di atas? Apakah hanya gaji pokok atau take home pay?
- Bagaimana cara menghitung THR?
- Apakah perusahaan boleh membayar THR lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri yang berlaku?
- Apakah Karyawan Non-Muslim Juga Berhak Atas THR Lebaran?
- Apakah Perusahaan dapat memotong THR karena pekerja memiliki utang pada perusahaan?
- Perusahaan saya membayar THR berupa barang, apakah itu dibolehkan?
- Kapan Perusahaan wajib membayar THR?
- Bagaimana apabila Anda dipecat (PHK) sebelum hari Raya? Apakah tetap bisa mendapat THR?
- Bagaimana ketentuan pembagian THR bagi pekerja yang mengundurkan diri/resign sebelum pembagian THR?
- Bagaimana jika pengusaha tidak mau membayar THR?
- Apa yang bisa Anda lakukan apabila perusahaan melanggar ketentuan hak THR Anda?
Apa yang dimaksud dengan THR?
Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.
Adakah Undang-Undang atau peraturan yang mengatur mengenai THR?
Ada, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Siapa yang wajib membayar THR?
Berdasarkan PER.04/MEN/1994 ,setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, entah itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan.
Apakah semua pekerja berhak mendapat THR?
Sesuai dengan yang tertera di PER.04/MEN/1994 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.
Berapa besar THR yang harus diberikan kepada pekerja?
Besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 PER.04/MEN/1994 ditetapkan sebagai berikut:
- pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1(satu) bulan upah.
- Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secra proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1(satu) bulan upah .
Apa yang dimaksud dengan upah dalam pertanyaan di atas? Apakah hanya gaji pokok atau take home pay?
Yang dimaksud upah disini adalah gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap sesuai dengan PER.04/MEN/1994 pasal 3 ayat 2.
Bagaimana cara menghitung THR?
Untuk lebih jelas mengenai perhitungan THR, berikut Gaji berikan beberapa contoh kasus :
1. Contoh Kasus I
Aliya telah bekerja sebagai karyawan di PT. B selama 5 tahun, Aliya mendapat upah pokok sebesar Rp. 4.000.000, tunjangan anak Rp. 450.000, tunjangan perumahan Rp. 200.000, tunjangan transportasi dan makan Rp. 1.700.000. Berapa THR yang seharusnya didapa oleh Aliya?
Jawaban :
Rumus untuk menghitung THR bagi pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan adalah 1 x Upah/bulan. Upah disini adalah jumlah gaji pokok ditambah tunjangan tetap.
Gaji Pokok : Rp. 4.000.000
Tunjangan Tetap : Rp. 450.000 + Rp. 200.000 ; Rp. 650.000
Tunjangan transportasi dan makan merupakan tunjangan tidak tetap, karena tunjangan tersebut diberikan secara tidak tetap (tergantung kehadiran).
Jadi, perhitungan THR yang berhak didapat oleh Aliya adalah sebagai berikut :
1 x (Rp. 4.000.000 + Rp. 650.000) = Rp. 4.650.000
2. Contoh Kasus II
Budi telah bekerja sebagai karyawan kontrak di PT. X selama 7 bulan. Budi mendapat upah pokok sebesar Rp 2.500.000 ditambah, tunjangan jabatan Rp 300.000 dan tunjangan transportasi Rp 500.000 dan tunjangan makan Rp. 500.000. Berapa THR yang bisa didapat Budi?
Jawaban :
Rumus untuk menghitung THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan adalah
Perhitungan masa kerja/12 x Upah 1 bulan (gaji pokok + tunjangan tetap)
Gaji Pokok : Rp. 2.500.000
Tunjangan Tetap : Tunjangan Jabatan : Rp. 300.000
Tunjangan transportasi dan makan merupakan tunjangan tidak tetap, karena tunjangan tersebut diberikan secara tidak tetap (tergantung kehadiran).
Jadi, perhitungan THR yang berhak Budi dapatkan adalah :
7/12 x (Rp. 2.500.000 + Rp. 300.000) = Rp. 1.633.333
Apakah perusahaan boleh membayar THR lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri yang berlaku?
Boleh. Apabila perusahaan memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kesepakatan kerja yang memuat ketentuan jumlah THR lebih dari ketentuan PER.04/MEN/1994 tersebut, maka jumlah yang lebih tinggi yang berlaku.
Jadi, terkadang ada perusahaan yang memberikan THR sebesar 2 bulan gaji/ 3 bulan gaji dilihat dari masa kerja karyawan tersebut. Peraturan Menteri tidak mengatur mengenai hal tersebut, ketentuan itu diatur oleh masing-masing perusahaan lewat memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur oleh peraturan tersebut, maka yang berlaku adalah ketentuan PER.04/MEN/1994
Apakah Karyawan Non-Muslim Juga Berhak Atas THR Lebaran?
THR merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan. Yang dimaksud dengan Hari Raya Keagamaan berdasarkan Pasal 1 huruf e Permenaker 4/1994 adalah adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha. Jadi, THR tidak hanya diberikan kepada pekerja yang beragama Islam saja, melainkan diberikan kepada pekerja semua agama.
Berdasarkan pasal 2 ayat 2 Permenaker 4/1994, pembayaran THR itu diberikan satu kali dalam setahun dan disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja. Akan tetapi, ada kalanya seorang pekerja mendapatkan THR tidak di hari raya keagamaan yang dirayakan agamanya, melainkan di hari raya keagamaan agama lain.
Seperti yang disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 Permenaker 4/1994, pemberian THR disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain. . Jadi, jika ada kesepakatan Anda dan pengusaha bahwa THR Anda dibayarkan bersamaan dengan hari raya keagamaan lain, maka Anda mendapat THR di hari raya keagamaan yang disepakati itu.
Apakah Perusahaan dapat memotong THR karena pekerja memiliki utang pada perusahaan?
Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, THR sebagai pendapatan pekerja bisa saja dipotong oleh pengusaha karena pekerja memiliki utang di perusahaan. Dengan catatan, pemotongannya itu tidak boleh melebihi 50% dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima. Pemotongan THR tidak boleh lebih dari 50% bertujuan agar pekerja yang bersangkutan tetap dapat merayakan hari raya keagamaannya.
Dan perlu ditekankan bahwa cicilan utang pekerja ke perusahaan tersebut harus ada bukti tertulisnya.
Perusahaan saya membayar THR berupa barang, apakah itu dibolehkan?
Menurut PER.04/MEN/1994 pasal 5, THR bisa diberikan dalam bentuk selain uang dengan syarat sebagai berikut:
- Harus ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha terlebih dahulu,
- Nilai yang diberikan dalam bentuk non-tunai maksimal 25% dari seluruh nilai THR yang berhak diterima karyawan, dan
- Barang tersebut selain minuman keras, obat-obatan, dan bahan obat, serta
- Diberikan bersamaan pembayaran THR.
Kapan Perusahaan wajib membayar THR?
THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum lebaran (H-7) hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Namun apabila ada kesepakatan antara pengusaha dan karyawan untuk menentukan hari lain pembayaran THR, hal itu dibolehkan.
Bagaimana apabila Anda dipecat (PHK) sebelum hari Raya? Apakah tetap bisa mendapat THR?
Berdasarkan PER.04/MEN/1994 pasal 6 :
- Bagi seorang karyawan tetap (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan terputus hubungan kerjanya PHK terhitung sejak waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka ia tetap berhak THR. Maksudnya, jika hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja yang bersangkutan tetap berhak atas THR (secara normatif). Namun sebaliknya, jika hubungan kerjanya berakhir lebih lama dari 30 hari, maka hak atas THR dimaksud gugur.
- Sedangkan bagi karyawan kontrak (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), walau kontrak hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, tetap tidak berhak THR. Artinya, bagi karyawan kontrak, tidak ada toleransi ketentuan mengenai batasan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksud. Jadi bagi pekerja/buruh melalui PKWT, -hanya- berhak atas THR harus benar-benar masih bekerja dalam hubungan kerja –sekurang-kurangnya- sampai dengan pada “hari H” suatu Hari Raya Keagamaan -sesuai agama yang dianut- pekerja/buruh yang bersangkutan
Bagaimana ketentuan pembagian THR bagi pekerja yang mengundurkan diri/resign sebelum pembagian THR?
Menurut Pasal 2 ayat 1 Permenaker 4/1994, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
Jika pekerja sudah bekerja lebih dari satu tahun dan pekerja ingin mengundurkan diri/resign yang berakibat putusnya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, maka ia berhak atas THR selama masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh pasal 6 ayat 1 Permenaker 4/1994,yakni 30 (tiga puluh) hari.
Adapun ketentuan dalam pasal tersebut hanya berlaku untuk pekerja PKWTT (Pekerja tetap). Ketentuan pada Pasal 6 ayat 1 tersebut tidak berlaku bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu (pekerja kontrak) yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.
Bagaimana jika pengusaha tidak mau membayar THR?
Pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Hukuman pidana kurungan maupun denda.
Apa yang bisa Anda lakukan apabila perusahaan melanggar ketentuan hak THR Anda?
Yang bisa Anda lakukan adalah adukan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Selain itu, Anda juga bisa mengajukan gugatan perselisihan hak ke Pengadilan Hubunan Industrial di provinsi tempat Anda bekerja.
Sumber :
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan
Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
Anda mengalami masalah dengan Upah atau Hak Tunjangan Hari Raya Anda? IsiFormulir Pengaduan , kami akan mengumpulkan dan meneruskan aspirasi Anda ke pihak yang berwenang
Berapa gaji Kamu ? Silakan isi di Survei Gaji
Sumber:http://m.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/akhir-pekan-dan-hari-libur/thr
No comments:
Post a Comment