gambar:
themartialartstrainingcentre.com
Analisis tentang cabang olahraga
karate yang meliputi pengertian karate, teknik dasar karate, analisis gerak,
sistem energi, unsur kondisi fisik pendukung dalam olahraga karate dan metode
latihan untuk peningkatan prestasi atlet karate Semoga bermanfaat untuk pembaca
KATA
PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “Analisis Kondisi Fisik Karate”.
Makalah ini dibuat dalam rangka
memperdalam pemahaman tentang
Komponen Kondisi Fisik dalam Cabang Olahraga Karate.
Makalah dibuat meliputi tentang Pengertian Karate, Analisa Gerak Karate,
Komponen Kondisi Fisik Pendukung dalam Karate, dan juga Bentuk Latihan Untuk
Menunjang Performa Atlet Karateka.
Demikian makalah ini
saya buat semoga bermanfaat,
Medan, Juni 2011
Penulis’
BAB I
Pendahuluan
Karate sebagai salah satu cabang olah raga prestasi, tak
luput dari perkembangan IPTEK Olahraga, meski belum bisa dilakukan secara
menyeluruh tentang IPTEK olah raga ini, masih banyaknya kendala yang ditemui,
sebagai contoh misalnya belum meratanya penyebaran IPTEK Olah raga baik ke
tingkat Pengda Forki maupun Perguruan, sehingga masih banyaknya metode
konfensional yang masih terpaku dengan sistem pembinaan yang tradisional bahkan
sangat fanatik dengan sistem yang ortodok .
Sistem tradisional yang masih kental terasa adalah
pada sistem latihan yang tidak berpegang pada prinsip - prinsip dasar olah raga
prestasi dengan benar. Tidak jarang seorang pelatih ingin menambah porsi
latihan anak didiknya dengan menambah durasi latihan, tanpa memperhatikan
kualitas latihan, intensitas, skill kontrol dan lain-lain, sehingga hasil yang
didapat dari latihan kurang nyata keberhasilannya.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis bermaksud untuk
membahas tentang analisis cabang olahraga karate yang mecakup tentang komponen
- komponen fisik yang mendukung dalam cabang olahraga karate, gerak
dominan yang dilakukan dalam olahraga karate, otot - otot yang terlibat
dalam melakukan gerakan dan juga metode latihan yang akan diterapkan untuk
meningkatkan potensi atlet dalam olahraga tersebut.
BAB II
Isi
A.
Pengertian
Karate (空 手 道) adalah seni bela diri yang berasal
dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni
bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan
China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang
tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa
(Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong) agar
lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanj,
yang pertama adalah ‘Kara’ 空 dan berarti ‘kosong’ dan yang
kedua, ‘te’ 手, berarti ‘tangan'. Dan jika dua kanji tersebut disatukan
maka artinya “tangan kosong” 空手.
Di negara Jepang, organisasi yang mewadahi olahraga Karate
seluruh Jepang adalah JKA. Adapun organisasi yang mewadahi Karate seluruh dunia
adalah WKF (dulu dikenal dengan nama WUKO - World Union of Karatedo
Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate Federation)
yang mewadahi karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah
terutama untuk meneguhkan Karate yang bersifat "tanpa kontak langsung",
berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang "kontak
langsung".
Karate sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 1963 yang
dibawa oleh para mahasiswa Indonesia yang baru pulang dari studi di Jepang.
Para mahasiswa ini kemudian membentuk perkumpulan karate yang bernama Persatuan
Olahraga Karate-Do Indonesia (PORKI). Kini nama PORKI diganti menjadi FORKI
(Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia).
Karate adalah cabang olahraga beladiri dimana bentuk
aktivitas geraknya menggunakan kaki dan tangan seperti pukulan, tangkisan dan
tendangan.
Menurut Zen - Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo
Association (JKA) dan World Karatedo Federation (WKF), ada empat aliran yang
dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu :
· Shotokan
Shoto
adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan sebagai
gedung/bangunan - sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai
Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu
karate dari Okinawa ke Jepang. Aliran Shotokan merupakan akumulasi dan
standardisasi dari berbagai perguruan karate di Okinawa yang pernah dipelajari
oleh Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu
gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta
pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung linear/frontal,
sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan
lawan.
· Goju - Ryu
Goju
memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik
lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa yang
memiliki sejarah yang panjang. Dengan meningkatnya popularitas Karate di Jepang
(setelah masuknya Shotokan ke Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang
oleh Chojun Miyagi. Miyagi memperbarui banyak teknik-teknik aliran ini menjadi
aliran Goju-ryu yang sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun
Miyagi sebagai pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa "dalam
pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas
pukulan". Sehinga Goju-ryu menekankan pada latihan SANCHIN atau pernapasan
dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima
pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat
circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.
· Shito - Ryu
Aliran Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA,
terbukti dari banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu ada 30
sampai 40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Namun yang tercatat di soke/di
Jepang ada 111 kata beserta bunkainya. Sebagai perbandingan, Shotokan memiliki
25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam pertarungan, ahli Karate
Shito-ryu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka bisa bertarung seperti
Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak rapat seperti Goju.
· Wado - Ryu
Wado-ryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada
seni beladiri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang
memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain
mengajarkan teknik Karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan
lemparan/bantingan Jujutsu. Di dalam pertarungan, ahli Wado - ryu menggunakan
prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak
menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan
kadang-kadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki
untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi, dalam pertandingan FORKI dan JKF, para
praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan
bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.
Keempat aliran tersebut diakui sebagai gaya Karate yang
utama karena turut serta dalam pembentukan JKA dan WKF. Namun aliran karate
yang terkemuka di dunia bukan hanya empat gaya di atas itu saja. Beberapa
aliran besar seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi ryu tersebar luas ke
berbagai negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur,
walaupun tidak termasuk dalam "4 besar WKF".
Pada zaman sekarang karate juga dibagi menjadi aliran
tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek
bela diri dan teknik tempur sementara aliran olah raga lebih menumpukan
teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.
Cabang Olahraga karate mempertandingkan dua nomor yaitu
“Kata” dan “Kumite”. Nomor Kata adalah nomor yang mempertandingkan
pendemonstrasian kemampuan jurus secara perorang ataupun beregu dalam
menguasai ilmu beladiri karate tradisional dengan harmonisasi gerak yang
mencerminkan kekuatan, kecepatan dan keindahan. Dan Nomor Kumite adalah nomor
yang mempertandingkan kemampuan seseorang dalam pertarungan satu lawan satu.
B.
Teknik Dasar Karate
Teknik - teknik dasar karate terdiri dari gerakan memukul,
menendang dan menangkis dengan pusat perkenaan antara bagian tubuh dengan
sasaran antara lain yaitu kepalan tangan, sisi telapak tangan, ujung telapak
kaki dan sisi telapak kaki.
Teknik dasar karate terbagi tiga yaitu :
1.
Kihon, yaitu latihan teknik-teknik
dasar karate seperti teknik memukul, menendang dan menangkis. Teknik Kihon
berupa tendangan dan pukulan saja (sabuk putih). Bila telah masuk ke sabuk
cokelat, diajarkan tehnik membanting dan dibanting. Dan jika telah masuk sabuk
hitam, dianggap sudah menguasai Kihon. Berikut ini akan dijelaskan teknik -
teknik dasar karate :
a.
Gedan Barai (Tangkisan Bawah)
Teknik tangkisan dengan satu tangan dan merupakan salah satu
posisi persiapan dalam latihan dasar selanjutnya dan biasa digunakan untuk
menangkis serangan berupa tendangan yang mengarah keperut.
Contoh
Gambar a.
b.
Gyaku Tsuki
Teknik pukulan yang berlawanan arah dengan gerakan kuda –
kuda.
Contoh
Gambar b.
c.
Oi Tsuki
Teknik pukulan lurus kedepan bersamaan dengan gerakan maju /
mundur.
Contoh Gambar c.
d.
Geri (Tendangan)
Tendangan dalam karate antara lain :
i.
Mae Geri
Tendangan lurus kedepan.
ii.
Mawashi Geri
Tendangan samping dengan menggunkan kura –kura kaki.
iii.
Yoko Geri
Tendangan menyodok dengan menggunakan sisi telapak kaki.
Contoh Gambar d.
2.
Kata, yaitu latihan jurus atau
rangkaian dari Kihon (teknik dasar gerakan karate) yang digabung menjadi satu.
Dalam Kata diajarkan cara-cara bertarung yang baik dan benar. Setiap gerakan
dan pernapasan akan berbeda-beda dalam setiap Kata.
Contoh Gambar Kata
3.
Kumite, yaitu latihan bertarung satu
lawan satu atau sparring. Teknik kumite diajarkan saat memasuki sabuk tingkat
lanjut yaitu sabuk biru keatas.
Contoh Gambar Kumite
C.
Analisa Gerak
a)
Kondisi Fisik Pendukung
Setiap nomor pertandingan karate harus didukung dengan
kondisi fisik yang prima. Penting nya kondisi fisik bagi karateka saat
betanding baik secara teoritis maupun secara empiris tidak dapat disangkal
lagi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Harsono (1988 : 153) bahwa, “Sukses
dalam olahraga sering menuntut keterampilan yang sempurna dari kondisi fisik
dalam meningkatkan prestasi atlet.
Kondisi fisik dipandang sebagai hal yang fundamental bagi
atlet, karena tanpa dukungan kondisi fisik yang prima maka pencapaian prestasi
maksimal akan sulit terwujud. Karate adalah cabang olahraga dengan gerakan
kompleks, maka dibutuhkan beberapa komponen kondisi fisik. Komponen kondisi
fisik yang dibutuhkan oleh seorang karateka saat bertanding adalah antara lain
:
· Kekuatan (strenght)
Kemampuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban
sewaktu bekerja.
· Kecepatan (speed)
Kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan
berkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan waktu sesingkat-singkatnya.
· Kelincahan (agility)
Kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu.
· Daya Tahan (endurance)
Kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung,
paru-paru, dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan
kerja secara terus menerus.
· Kelentukan (flexibility)
Efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk segala
aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas.
· Koordinasi (coordination)
Kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang
berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif.
· Ketepatan (accuracy)
Kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas
terhadap suatu sasaran.
· Reaksi (reaction)
Kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam
menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa anggota tubuh yang
membutuhkan komponen kondisi fisik adalah sebagai berikut :
ü Punggung
Punggung membutuhkan kekuatan otot, dan daya tahan otot.
ü Lengan
Lengan membutuhkan kekuatan otot, daya tahan otot, kelentukan,
dan power.
ü Tungkai
Tungkai membutuhkan kekuatan otot, daya tahan otot,
kelincahan, kelentukan dan power.
b)
Gerak Dominan (Biomekanik)
Gerakan karate seperti memukul, menendang, dan menangkis
didominasi oleh gerakan lengan pada saat memukul dan menangkis dan juga tungkai
pada saat menendang, dimana anggota tubuh yang lain berperan sebagai pendukung
gerakan.
c)
Gerak Otot
Gerakan menangkis dan memukul melibatkan otot-otot bahu
(shoulder complex) dan otot lengan (elbow) diantaranya :
· M. Deltoideus
· M. Coracobrachialis
· M. Triceps Brachii
· M. Anconeus
· M. Subscapularis
· M. Supraspinatus
· M. Infraspinatus
· M. Teres Mayor
· M. Teres Minor
· M. Biceps Brachii
· M. Brachialis
· M. Coracobrachialis
· M. Tricep Brachii
· M. Ekstensor Karpi Radialis Longus
· M. Ekstensor Karpi Radialis Brevis
· M. Ekstensor Karpi Radialis Ulnalis
· M. Digitorum Karpi Radialis
· M. Ekstensor Policis Longus
· M. Pronator Teres
· M. Palmaris Ulnaris
· M. Palmaris Longus
· M. Fleksor Karpi Radialis
· M. Digitorum Profundus
· M. Fleksor Policic Longus
Untuk gerakan menendang otot yang terlibat adalah otot
tungkai, antara lain :
· M. Lliopsoas
· M. Gluteus Medius
· M. Pectineus
· M. Gracilis
· M. Adductor Longus et Brevis
· M. Adductor Magnus
· M. Quadriceps Femoris
· M. Biceps Femoris
· M. Semitendinosus
· M. Semimembranosus
· M. Tibialis Anterior
· M. Peroneus Longus et Brevis
· M. Triceps Surae
D.
Sistem Energi
Setiap aktivitas olahraga pasti memerlukan energi. Berikut
ini akan dijabarkan sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga karate.
a)
Proses Pembentukan Energi
Dalam pembentukan energi, terdapat dua macam proses yang
dapat ditempuh, yaitu proses aerobik, proses yang memerlukan oksigen; dan
proses anaerobik, proses yang tidak memerlukan oksigen. Pada proses aerobik
terjadi proses pembakaran yang sempuma. Atom hidrogen dioksidasi menjadi H2O
dan atom karbon dioksidasi menjadi CO2 . Sisa metabolisme tersebut
dikeIuarkan dari tubuh melalui proses pernapasan. Energi yang diperoIeh dari
proses aerobik ini tidak dapat langsung digunakan otot sebagai sumber energi
untuk mengerut. Energi tersebut dengan proses lebih lanjut digunakan untuk
sintesis ATP (adenosine triphosphate) dan senyawa - senyawa berenergi tinggi
yang lain. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang dapat menyimpan
energi dalam jumlah yang besar. Proses pemecahannya yang tidak memerIukan
oksigen dengan menghasilkan energi yang besar itu merupakan proses anaerobik.
Energi yang dihasilkan dari pemecahan ATP ini dapat digunakan sebagai sumber
energi untuk mengerut oleh otot. Proses aerobik dan proses anaerobik tersebut
dalam tubuh selalu terjadi bersama-sama dan berurutan. Hanya berbeda
intensitasnya pada jenis dan tahap kerja tertentu. Pada kerja berat yang hanya
berlangsung beberapa detik saja, dan pada permulaan kerja pada umumnya, proses
anaerobik lebih menonjol dari pada proses aerobik. Pada keadaan kerja tersebut,
sistem kardiopulmonal belum bekerja dengan kapasitas yang diperlukan. Untuk
penyesuaiannya, diperlukan waktu. Dengan demikian oksigen yang tersedia tidak
mencukupi. Maka keperluan akan energi terutama dicukupi dengan proses
anaerobik. Pada keadaan kerja tersebut terdapat “hutang” oksigen. “Hutang” ini
akan dibayar sesudah berhenti bekerja, sehingga orang sesudah berhenti bekerja
masih terengah-engah dan denyut jantungnya masih cepat. Bila pekerjaan
diteruskan dengan taraf kerja yang tetap, refleks-refleks tubuh akan mengatur
fungsi sistem kardiopulmonal untuk mencukupi jumlah oksigen yang diperlukan,
sehingga dicapai kerja steady-state. Pada kerja steady-state ini jumlah oksigen
yang diperlukan tetap jumlahnya dari waktu ke waktu. Bila taraf kerja
ditingkatkan lagi dengan menambah beban kerja, pada saat ditingkatkan tersebut
terjadi “hutang” oksigen lagi dan kembaIi proses anaerobik lebih menonjoI. Dan
bila taraf kerja dipertahankan lagi pada taraf yang baru ini, akan terjadi lagi
kerja steady-state tetapi pada taraf yang lebih tinggi. Jumlah oksigen yang
diperlukan pada taraf kerja yang lebih tinggi ini juga lebih besar. Bila taraf
kerja dinaikkan secara bertahap demikian dengan setiap kali menambah beban
kerja, suatu saat seluruh kapasitas sistem kardiopulmonal terpaksa dikerahkan
untuk memenuhi keperluan akan oksigen. Dalam hal demikian berarti kapasitas
aerobik maksimal telah dicapai. Bila beban kerja dinaikkan lagi, tubuh tidak
dapat lagi menambah persediaan oksigen. Maka kembali proses anaerobik akan
lebih menonjol daripada proses aerobik. Taraf kerja demikian tidak boleh
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama (beberapa menit) karena persediaan
tenaga dalam tubuh akan habis dan orangnya mengalami exhaustion. Proses
anaerobik merupakan proses oksidasi yang tidak sempurna, salah satu sisa
metabolisme nya adalah asam laktat. Maka biIa proses anaerobik meningkat, kadar
asam laktat darah juga meningkat.
b)
Energi yang Digunakan
Cabang olah raga karate menggunakan energi antara lain :
· ATP - PC dan LA
Pada sistem ini oksigen dibawa darah masuk ke dalam setiap
sel dan di dalam mitokondria bersama asam pinupat yang diproduksi saat
respirasi aerobik. Hasil akhir dari reaksi tersebut adalah karbondioksida, air,
dan energi yang kemudian disimpan dalam bentuk ATP agar pada saat latihan
energi dapat digunakan.
· ATP - PC
Konferensi molekul ADP menjadi ATP (dengan pendekatan fosfat
yang ketiga). Energi yang diambil untuk reaksi ini dapat dikatakan disimpan
dalam bentuk ATP. Zat inilah yang dapat dengan mudah disimpan dalam semua sel.
Ketika energi yang dibutuhkan, terjadi reaksi yang mengubah kembali ATP menjadi
ADP, reaksi ini melepaskan energi yang disimpan untuk melakukan
teknik-teknik karate.
· Lactat Acid – Oksigen
Pada keadaan normal ini dikuti oleh respirasi aerobik yang
mengurai asam laktat tersebut dengan menggunakan oksigen. Penggunaan ini banyak
menghasilkan energi. Pada kondisi abnormal proses tersebut tidak segera diikuti
oleh respirasi aerobik dalam aktivitas jogging menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan kram otot dan di sini membutuhkan oksigen lebih lambat, tetapi asam
laktat tetap membentuk secara perlahan.
· Oksigen
Tipe respirasi internal hanya dapat terjadi bila tersedia
oksigen bebas yang dihirup ke dalam tubuh, melalui respirasi ini sebagian besar
makhluk hidup memperoleh energi yang berlimpah sehingga energi tersebut dapat
digunakan untuk melakukan aktivitas fisik.
c)
Penggunaan Energi
No.
|
Interval
|
Proses
Pembentukan Energi
|
Sistem
Energi
|
1.
|
10
- 45 detik
|
Anaerobik
|
ATP
- PC + Glikogen Otot
|
2.
|
45
- 120 detik
|
Anaerobik
|
Asam
Laktat + Glikogen Otot
|
3.
|
120
- 240 detik
|
Aerobik
|
O2
+ Asam Laktat
|
E.
Teknik Latihan
Latihan atau training adalah suatu proses berlatih yang
sistematis, yang dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin
bertambah bebannya. Agar hasil latihan menjadi nyata dalam bentuk prestasi,
haruslah berpedoman pada teori serta prinsip yang benar yang sudah teruji
kebenarannya.
ü Prinsip
Dasar Latihan
Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki seorang pelatih
diantaranya :
1.
Pemanasan (Warming Up)
Pemanasan Tubuh atau warming up atau pada Olah raga karate
sering disebut Taisho, dilakukan sebelum latihan inti, tujuan dari pemanasan
itu sendiri adalah :
a.
Atlet lebih siap secara fisik dan
psikis untuk melakukan gerakan – gerakan inti baik dalam bentuk KIHON, KATA
maupun KUMITE.
b.
Karena secara fisik atau psikis
atlet merasa sudah siap, maka karateka lebih sedikit kemungkinan terjadinya
cedera.
c.
Karateka akan lebih mudah melakukan
koordinasi gerakan- gerakkan yang kompleks.
Sistematika pemanasan tubuh yang baik pada dasarnya sama,
tergantung kondisi pada saat dilapangan artinya situasional. Secara umum
pemanasan diawali dengan stretching atau peregangan atau pemanasan statis,
kemudian diawali dengan pemanasan dinamis dengan cara merenggut-renggutkan atau
menghentak-hentakan bagian tubuh yang hendak kita panaskan sehingga merangsang
otot-otot besar untuk beraktifitas. Sering kali dilanjutkan dengan joging, atau
wind-spint. Tetapi apabila dilapangan kurang pas dengan sistematika diatas bisa
dirubah dengan susunan sebaliknya, tetapi harus hati - hati karena apabila
langsung dikejutkan dengan tugas gerak yang dihentak, kaget, kecepatan dll,
akan cedera yang berakibat fatal.
Tidak kalah pentingnya adalah pendinginan tubuh atau cooling
down, yang dilakukan pada saat akhir latihan. Cooling down atau pendinginan ini
bertujuan agar tidak terjadi pengendapan asam laktat yang menyebabkan kekakuan
otot, dan kesakitan otot pada keesokan harinya. Pendingin sangat bertolak
belakang sekali dengan pemanasan, karena tidak terjadi lagi gerakan yang
dihentak- hentak tetapi bersifat merileksasikan otot dan sendi.
2.
Latihan Multilateral (Menyeluruh)
Latihan Mulitilateral adalah memberikan materi latihan
secara keseluruhan atau secara umum bentuk-bentuk teknik yang akan dilatihkan
pada satu season itu. Misalnya seorang pelatih setelah pemanasan memberikan teknik-teknik
KIHON sebelum akhirnya ke latihan inti, baik latihan KATA maupun latihan
KUMITE.
Adapun prinsip Multilateral ini juga bisa diterapkan pada
sistem pembinaan terhadap seorang atlet. Seorang anak akan lebih baik jika
tidak terlalu dini untuk memilih satu cabang olahraga tertentu , dengan kata
lain berikanlah pengalaman gerak sebanyak- banyaknya kepada seorang anak dari
berbagai cabang olah raga, sebelum difokuskan pada satu cabang olah raga.
Demikian pula dengan seorang Karateka muda usia, idealnya belum bisa difokuskan
untuk memilih satu nomor spesialisasinya (KATA atau KUMITE).
Untuk menjadi seorang pemain KATA atau KUMITE, berikanlah
pengalaman gerak sebanyak mungkin tentang teknik KIHON, KATA maupun KUMITE,
untuk kemudian diarahkan kepadanya sesuai dengan kemampuan gerak, postur tubuh
dan yang tidak kalah penting adalah peluang. Disinilah pelatih harus jeli serta
dituntut kesabaran agar tidak tergesa-gesa ingin menuai hasil dari Karateka
binaannya, dalam arti tidak mengharapkan prestasi prematur sehingga memberikan
latihan dengan potong kompas, yang akibatnya prestasi pada masa golden age
tidak tercapai.
3.
Latihan Spesialisasi
Spesialisasi Berbanding terbalik dengan prinsip
Multilateral, spesialisasi akan diberikan kepada seorang Karateka jika menurut
pandangan pelatih sudah cukup untuk diberikan program spesialisasi. Hal mana
tujuan Karateka yang telah dilatih sudah lebih jelas arahnya, yaitu untuk
menjadi seorang pemain Kumite atau untuk menjadi seorang pemain KATA, setelah
melalui fase multilateral yang dianggap cukup.
Penerapan prinsip spesialisasi pada anak-anak atau karateka
muda harus hati-hati dan dengan pertimbangan yang cerdik serta selalu
berpedoman dari cukupnya prinsip multilateral diterapkan. Spesialisasi juga
bisa diartikan mencurahkan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada satu
teknik andalan, atau jurus andalan (TOKUI).
4.
Beban Lebih (Over Load)
Prinsip beban lebih atau over load atau, yaitu prinsip
latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang semakin berat. Seorang
Karateka harus selalu berusaha untuk berlatih dengan bebanyang lebih berat dari
pada yang mampu dilakukannya saat itu. Dengan demikian pembebanan yang kian
meningkat akan sejalan dengan kemampuan otot serta sistem dengan fungsi faal
lainya. Setiap bentuk latihan, baik latihan teknik, fisik, taktik, dan mental
harus berpedoman pada prinsip beban lebih ini. Jika beban latihan terlalu
ringan, artinya beban latihan seorang Karateka dibawah kemampuan sesungguhnya,
maka berapa lamapun ia berlatih, betapa sering pun berlatih, maka prestasinya
tidak akan meningkat.
Dengan kata lain latihan harus bisa menyeluruh bahkan
melebihi ambang rangsang seorang Karateka. Akan tetapi perlu juga di perhatikan
agar tidak timbul cedera dan over training, beban berat tersebut harus berada
pada batas - batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Jika beban terlalu berat
pun perkembangan tidak akan terjadi.
5.
Intensitas Latihan
Latihan dikatakan intensif jika : latihan-latihan yang
dilakukan memacu jantung masuk pada zona latihan. Sebagai tolak ukur menentukan
kadar intensitas latihan, khususnya untuk perkembangan daya tahan
kardiovascular, yaitu :
a.
Menghitung denyut nadi maksimal
(DNM) caranya : 220 –UMUR.
b.
Intensitas latihan :
Ø Untuk
bukan atlet tentukan intensitas antara 70% - 85% dari DNM.
Ø Untuk
atlet 80% - 90% dari DNM.
Ø Untuk
Karateka elit biasanya sampai 100% b ahkan 110 %.
c.
DNL (Denyut Nadi Latihan)
dipertahankan selama 45 – 120 menit.
6.
Kualitas Latihan
Kualitas latihan sebaiknya ditekankan sejak awal sekali
latihan. Dengan kata lain kualitas harus lebih diutamakan dari pada intensitas.
Sering kali latihan sudah intensif, sudah menguras tenaga, bahkan latihan agar
dikatakan intensif maka latihan keras pun dilakukan, hal ini akan kurang
efektif hasilnya jika tidak memperhatikan kualitas latihannya. Beberapa ciri
latihan berkualitas, yaitu :
a.
Latihan yang diberikan pelatih
benar-benar bermanfat dan sesuai dengan kebutuhan seorang Karateka tersebut.
b.
Koreksi yang tetap dan kontruktif
selalu diberikan sesegera mungkin ketika Karateka melakukan kesalahan teknik.
Sehingga kesalahan itu tidak menjadi ”handicaping habit” atau kebiasaan salah.
c.
Berikan pengawasan yang teliti dan
lebih detail terhadap suatu teknik yang benar.
7.
Variasi Latihan
Latihan yang dilakukan secara terus menerus, yang dilakukan
secara benar, yang dilakukan pada kurun waktu tertentu, latihan yang dilakukan
dengan intensif dan sungguh - sungguh, seringkali menimbulkan kebosanan
berlatih. Seorang pelatih dituntut untuk lebih jeli menanggapi keadaan ini.
Sehingga tanpa mengurangi tujuan dari satu bentuk latihan, maka berikanlah
latihan tersebut dengan model atau cara yang lain. Beberapa komponen kondisi
fisik terlatih secara bersamaan antara lain daya tahan umum, kekuatan,
koordinasi gerak, kecepatan, serta unsur - unsur lainya.
8.
Volume Latihan
Volume latihan, lebih mendekati pada hal-hal yang
berhubungan dengan banyaknya, lamanya suatu teknik atau latihan fisik itu
dilakukan. Demikian halnya dengan melatih, disini terlihat bahwa volume lebih
berhubungan dengan sesuatu yang dilakukan dengan banyak atau waktu yang lama.
Tetapi tidak berlaku kedua-duanya pada satu season latihan.
ü Metode
Latihan
Dalam pelatihan karate ada beberapa metode latihan yang
dapat diterapkan antara lain :
1.
Metode Latihan Motorik
Yaitu melakukan latihan-latihan teknik dengan cara bergerak
sebagaimana teknik karate itu harus dilakukan.
2.
Metode Latihan non-Motorik
Yaitu melakukan latihan –latihan teknik dengan cara tidak
bergerak, dengan kata lain melatih dalam bentuk membayangkan atau
memvisualisasikan. Namun metode ini saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi
dengan gerakkan latihan ”motorik”,BMC (Brain Muscle Connection). Nirmotorik
akan berhasil jika kita mampu membayangkan gerakan-gerakan teknik dengan jelas
atau dapat terlihat pada bayangan kita secara nyata, serta kita dapat
mengoperasiakan mengenai gerakan yang dimaksud, dengan demikian kita bisa
memperoleh dimensi kognitif, bisa diambil dari gerakan teknik yang benar baik
video kita sendiri maupun membayangkan teknik yang benar yang pernah dilihat
sebelumnya.
3.
Metode Bagian
Yaitu memberikan tahapan-tahapan
dari suatu teknik dengan kata lain memberikan materi latihan per bagian, yang
kemudian diberikan secara utuh apabila tahapan demi tahapannya telah selesai.
Misalnya untuk melatih tekhnik Mawashi geri, yaitu: tahap pertama karateka
disuruh mengangkat kaki setinggi lutut 3 - 5 x, kemudian putar pinggang 3 – 5
x, kaki tumpu berputar 90Ɵ,
pada posisi kaki masih diatas maka luruskan tungkai dengan perkenaan bola-bola
kaki, dst.
4.
Metode Menyeluruh
Yaitu memberikan atau mengajarkan teknik secara utuh.
Misalnya untuk teknik Mawashi geri pelatih memberikan tendangan Mawashi geri
secara langsung hingga perkenaan pada target.
5.
Latihan Isolasi
Yaitu Karateka harus berlatih tanpa disaksikan langsung oleh
senpainya atau senseinya. Maksud dari latihan itu untuk mempersiapkan Karateka
agar mandiri, karena situasi demikian akan ia hadapi pada saat pertandingan.
Latihan demikian sangat penting juga agar seorang Karateka tidak terlalu
bergantung pada pelatih.
6.
Latihan Simulasi
Yaitu memberikan materi latihan dengan permainan seperti
pada saat bertanding seperti diciptakan kondisi sedemikian rupa agar menyerupai
pertandingan sesungguhnya.
F.
Bentuk Latihan
Kondisi fisik atlet memegang peranan yang sangat penting
dalam program latihan nya. Program latuhan kondisi fisik haruslah direncanakan
secara baik dam sistematis dan juga ditujukan untuk meningkatkan kesegaran
jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian
memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Kontribusi Komponen Kondisi Fisik Dalam Cabang Olahraga
Karate Yang Meliputi Kecepatan, Kelentukan, Koordinasi Gerak, dan Ketepatan.
Dalam melakukan latihan - latihan kondisi fisik yang
optimal, banyak tekanan yang harus diberikan pada perkembangan tubuh secara
keseluruhan secara yang secara teratur harus ditambah dalam intensitasnya.
Selanjutnya akan diuraikan bentuk - bentuk latihan untuk
meningkatkan kondisi fisik :
· Kekuatan (strenght)
Dalam cabang olahraga karate ada beberapa anggota tubuh yang
memerlukan kekuatan seperti lengan untuk kekuatan pukulan, tungkai untuk
kekuatan tendangan dan perut untuk menahan serangan lawan yang ditujukan
ketubuh atlet.
Contoh bentuk latihan :
Ø Push
Up
Contoh Gambar Push Up
Ø Pull
Up
Contoh Gambar Pull Up
Ø Sit
Up
Contoh Gambar Sit Up
Ø Squat
Jump
Contoh Gambar Squat Jump
Ø Weight
Training (Latihan Berbeban)
Contoh Gambar Weight Training.
· Kecepatan (speed)
Dalam cabang olah raga karate dibutuhkan kecepatan untuk
menyerang lawan.
Contoh bentuk latihan :
Ø Interval
Training
Ø Lari
Akselerasi
Ø Uphill
dan Downhill
Contoh Gambar Up Hill
· Kelincahan (agility)
Kelincahan dibutuhkan untuk mencari kesempatan menyerang
lawan
Contoh bentuk latihan :
Ø Lari
Zig - zag
Contoh Gambar Lari Zig – Zag
Ø Lari
Boomerang
Contoh Gambar Lari Boomerang
Ø Squat
Thrust
Contoh Gambar Squat Thrust
· Daya Tahan (endurance)
Daya tahan membantu atlet untuk menjaga performa dalam
bertanding
Contoh bentuk latihan :
Ø Fartlek
(Speed Play)
Ø Interval
Training
Ø Lari
Lintas Alam (Cross - Country)
· Kelentukan (flexibility)
Kelentukan dapat membantu atlet untuk tidak gampang cedera
Contoh bentuk latihan :
Ø Peregangan
Dinamis
Contoh Gambar Peregangan Dinamis
Ø Peregangan
Statis
Contoh Gambar Peregangan Statis
Ø Peregangan
Pasif
Contoh Gambar Peregangan Pasif
· Koordinasi (coordination)
Koordinasi membantu untuk terbiasa dengan gerakan - gerakan
yang berbeda agar serangan lebih bervariasi.
Contoh bentuk latihan :
Ø Shadow
Fight (Bertarung dengan Bayangan)
Dalam karate bentuk latihan ini sering dilakukan untuk
membiasakan diri menyerang dan bertahan secara terus menerus dengan
membayangkan adanya lawan.
· Ketepatan (accuracy)
Komponen ini membantu karateka untuk dapat melakukan
serangan tepat pada sasaran yang dituju.
Contoh bentuk latihan :
Ø Latihan
dengan Sasaran
Contoh Gambar
Target Training
· Reaksi (reaction)
Kecepatan reaksi dibutuhkan saat atlet bertahan dan
melakukan serangan balik.
Contoh bentuk latihan :
Ø Aksi
– Reaksi
Aksi reaksi adalah latihan Kumite menyerang dan bertahan.
BAB III
Kesimpulan
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa Karate adalah cabang olah raga
beladiri dengan gerakan – gerakan kompleks dimana gerakan tersebut melibatkan
anggota tubuh secara keseluruhan. Dan Karate juga membutuhkan komponen kondisi
fisik pendukung seperti Kekuatan, Kecepatan, Daya Tahan dll.
Sistem energi yang digunakan dalam Karate adalah sitem anaerobik yang meliputi
Adenosin Triposphat, Asam Laktat, dan juga Glikogen Otot.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Rahman Situmeang, M.Pd, 2010. KARATE, Medan :
FIK UNIMED.
Drs. Harsono, M.Sc. COACHING Dan Aspek - Aspek Psikologi
Dalam Coaching.
Sudirman, 2008. Kontribusi Kemampuan Split, Kecepatan
Reaksi Kaki, dan Keseimbangan Terhadap Kecepatan Maegeri Chudan Pada Karateka
INKADO di Kota Makassar, Makassar : FIK UNM.
Sahrun, 2007. Efek Latihan Push Up Terhadap Frekuensi
Pukulan Jodan Tsuki dan Tangkisan Age Uke Pada Cabang Olah Raga Karate,
Semarang : FIK UNNES.
Ariandi Witara, 2008. Pengaruh Kondisi Fisik dan
Agresivitas Terhadap Performance Olahragawan Pada Pertandingan Karate Nomor
Kumite, Semarang : FIK UNNES.
Rosi H. Kramatmadja, 2009. Prinsip – Prinsip Dasar
Latihan Karate, Jakarta.
killianflexionexc.blogspot.com/.../penatalaksanaan-fisioterapi-pada-cedera.html
–
duniaebook.net/pdf/prinsip-latihan-kondisi-fisik.html –
jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1520814.pdf
http://makalahpembinaankondisifisik.blogspot.com/
wikipedia.org
Lihat juga:
wikipedia.org
Lihat juga:
No comments:
Post a Comment