Channel

Channel

Pages - Menu

Sunday, May 12, 2013

DOPING DALAM OLAHRAGA




1.LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini persaingan prestasi olahraga semakin ketat. Hal tersebut mendorong para pelatih untuk berlomba-lomba meningkatkan prestasi atletnya dengan berbagai cara, ada yang dengan memberikan latihan yang lebih keras, memanfaatkan kemajuan teknologi, atau bahkan dengan menempuh jalan yang lebih mudah yaitu dengan menggunakan doping untuk meningkatkan prestasi atlitnya.

1.1 PENDAHULUAN
Kegiatan olahraga pada dasarnya berintikan permainan dan keterampilan gerak insani yang bersifat universal telah mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya, ternyata olahraga dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bentuk dan pengorganisasian sistem keolahragaan juga telah berkembang dari waktu ke waktu, dan sangat berkaitan dengan latar belakang sejarah masyarakat dan budaya.
Berkaitan dengan hal tersebut, makna olahraga tidak hanya dipahami hanya dalam batas pengertian, permainan, ataupun statistik hasil pertandingan. Olahraga mempunyai nilai-nilai dimensi dalam kehidupan manusia, antara lain konteks sosial, cara hidup (way of life), dan ilmu pengetahuan. Secara operasional, olahraga memperlihatkan tata cara lazim dan mapan dalam mengambil keputusan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Dari sudut pandang sosial, olahraga merupakan jabaran dari praktek budaya, manifestasi dan kreativitas. Dalam hal ini olahraga dipahami sebagai hasil ciptaan manusia. Sepanjang perjalanannya, makna olahraga berubah sesuai dengan atmosfir yang ada. Dalam perubahan tersebut, karakteristik dari olahraga juga menyesuaikan perubahan yang terjadi. Olahraga dalam masyarakat majemuk akhirnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Olahraga dalam konteks olahraga prestasi yang pada mulanya dilandasi dengan semangat olahraga (spirit of sport), dalam perjalanannya, telah mengalami metafora. Tuntutan perubahan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan telah menjadikan prinsip dan karakteristik olahraga beralih menjadi motif-motif yang diinginkan oleh olahragawan, tenaga keolahragaan dan Pembina olahraga. Perbedaan motif-motif tersebut telah memicu makna olahraga itu sendiri, dibarengi dengan perilaku yang menghalalkan berbagai cara, termasuk perilaku yang mencemari semangat olahraga.
Olahraga merupakan pilar pembangunan karakter bangsa dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa serta mengandung nilai luhur yang perlu dilestarikan. Doping secara fundamental bertentangan dengan spirit of sport yang telah diakui secara internasional yaitu nilai-nilai etika, permainan bersih dan jujur (fair play), kesehatan, keunggulan dalam prestasi, karakter dan pendidikan, kesenangan dan hiburan, teamwork, dedikasi dan komitmen, penghormatan terhadap aturan dan hukum, penghormatan terhadap diri sendiri dan peserta lain, keberanian, komunitas dan solidaritas. Nilai-nilai luhur olahraga internasional tersebut sejalan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan pada umumnya.
1.2 OLAHRAGA DAN DOPING
Perkembangan dunia olahraga makin kompetitif dan cenderung berbanding lurus dengan perilaku olahragawan yang menggunakan doping untuk mencapai prestasi dan memenangkan kompetisi. Dalam sejumlah kompetisi baik nasional maupun internasional banyak ditemukan kasus doping yang merugikan olahragawan seperti sanksi diskualifikasi atau larangan berkompetisi dalam batas waktu tertentu atau bahkan seumur hidup.
Olahragawan yang terkena kasus doping dalam kompetisi tingkat internasional merusak harkat dan martabat bangsa. Dari kasus yang mencuat, doping sebagian besar digunakan secara sengaja untuk mencapai prestasi puncak akibat tekanan kompetisi yang ketat. Namun demikian tidak sedikit pula doping digunakan karena ketidaktahuan atau rendahnya tingkat pengetahuan olahragawan, tenaga keolahragaan, dan pihak lain yang terkait mengenai zat dan metode terlarang.
Berdasarkan hal tersebut, setiap negara sepakat mengikatkan diri dalam Konvensi Internasional Menentang Doping dalam Olahraga untuk menjunjung tinggi prinsip sportivitas, nilai etika dan estetika sebagai nilai luhur olahraga dalam rangka tercapainya keadilan dan kepastian hukum bagi olahragawan dan pelaku keolahragaan baik pada tingkat nasional maupun internasional.
1.3 SEJARAH DAN KASUS DOPING
Kata doping berasal dari bahasa Belanda, dop, nama minuman beralkohol yang terbuat dari kulit anggur yang digunakan oleh tentara Zulu dalam meningkatkan keberanian dalam peperangan. Istilah tersebut menjadi umum pada sekitar pergantian abad ke 20, aslinya mengacu pada pemberian obat pada kuda pacu. Praktek meningkatkan kinerja melalui pemberian zat-zat atau bahan-bahan artifisial lainnya berusia sama dengan olahraga kompetitif itu sendiri.
Olahragawan Yunani kuno dikenal menggunakan diet khusus dan obat perangsang untuk memperkuat diri mereka. Strychnine, kafein, kokain, dan alkohol sering digunakan oleh pembalap sepeda dan olahragawan endurens lainnya pada abad 19. Thomas Hicks memenangkan lari marathon pada olimpiade 1904 di Saint Louis karena menggunakan telur mentah, injeksi strychnine, dan meminum brandy selama pertandingan. Sejak tahun 1920 dilakukan pembatasan penggunaan obat-obatan dalam olahraga.
Tahun 1928 Federasi Atletik Amatir Internasional (IAAF) merupakan federasi olahraga internasional pertama yang melarang penggunaan doping (penggunaan zat perangsang). Setelah itu diikuti oleh federasi-federasi lainnya, tetapi pembatasan tersebut kurang efektif karena tidak dilakukannya pengujian. Sementara itu masalahnya semakin memburuk dengan penggunaan hormon-hormon sintetik yang ditemukan pada tahun 1930 dan semakin marak penggunaannya sejak tahun 1950. Pada olimpiade Roma 1960 terjadi kematian olahragawan balap sepeda asal Denmark Knud Enemark Jensen pada saat perlombaan (hasil autopsi ditemukan adanya amphetamine) hal ini semakin mendesak otoritas olahraga untuk melakukan pengujian doping.
Pada tahun 1966 UCI (balap sepeda) dan FIFA (sepak bola) merupakan beberapa federasi internasional pertama yang memperkenalkan pengujian doping pada Kejuaraan Dunia mereka. Pada tahun berikutnya International Olympic Committee (IOC) membentuk Komisi Medisnya dan menyusun daftar terlarang pertamanya. Pengujian obat-obatan pertama kali diperkenalkan pada Pertandingan Olimpiade Musim Dingin di Grenobel dan pada Olimpiade Mexico pada tahun 1968. Setahun sebelumnya, pentingnya kegiatan anti-doping telah menjadi sorotan dengan kematian tragis pembalap sepeda Tom Simpson pada saat Tour de France.
Kebanyakan Federasi Olahraga Internasional memperkenalkan pengujian doping pada tahun 1970-an. Penggunaan anabolic steroid semakin meluas, walau begitu, terutama dalam lomba kekuatan, pada saat itu belum ada metode untuk mendeteksinya. Sebuah metode pengujian yang dapat dipercaya pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 dan IOC menambahkan anabolic steroid ke dalam daftar terlarangnya pada tahun 1976. Akibatnya adalah peningkatan yang nyata atas jumlah diskualifikasi akibat penggunaan obat-obatan pada akhir tahun 1970-an, terutama pada olahraga kekuatan seperti nomor lempar dan angkat berat.
Kegiatan anti-doping semakin kompleks antara tahun 1970 dan 1980 dengan munculnya kecurigaan dari negara-negara terhadap doping yang dilakukan oleh sejumlah negara. Sebagai contoh negara Republik Demokratik Jerman yang membuktikan kecurigaan ini. Kasus doping yang paling terkenal di tahun 1980-an adalah Ben Johnson, pelari cepat asal Kanada yang terbukti menggunakan stanozolol (anabolic steroid) pada Olimpiade Seoul, 1988. Akibatnya Johnson dikenakan sanksi dan gelarnya dicabut. Kasus Johnson ini menarik perhatian dunia karena belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam perjalanan selanjutnya terdapat bukti keterkaitan antara metode pengujian yang lebih efektif dan penurunan pencapaian prestasi pada beberapa cabang olahraga yang cukup besar, terutama pada cabang olahraga atletik.
Sementara perang terhadap stimulan dan steroid mulai menunjukkan hasilnya, medan utama perang terhadap doping mulai bergeser pada doping darah. ”Blood boosting”, mengambil dan memasukkannya kembali darah olahragawan untuk meningkatkan haemoglobin pembawa oksigen semakin banyak dipraktekkan sejak tahun 1970-an. IOC melarang doping darah pada tahun 1986.
Cara lain untuk meningkatkan kadar haemoglobin terus diujicobakan. Salah satunya adalah erythropoietin (EPO), yang dimasukkan ke dalam daftar terlarang IOC pada tahun 1990. Perang terhadap EPO terhambat oleh kurangnya metode yang dapat dipercaya. Sebuah metode deteksi EPO, yang didasarkan pada kombinasi analisis urin dan darah, pertama kali diterapkan pada olimpiade Sidney pada tahun 2000.
Pada tahun 1988 sejumlah besar zat-zat terlarang ditemukan oleh polisi dalam penggerebekan yang dilakukan pada saat Tour de France. Skandal tersebut menyebabkan meningkatnya harapan terhadap peran otoritas publik dalam masalah anti-doping. Pada awal tahun 1963, Perancis telah menjadi negara pertama yang memberlakukan peraturan anti-doping. Negara-negara lain segera menyusul, tetapi kerjasama internasional dalam masalah anti-doping masih terbatas pada Europe Council. Pada tahun 1980-an terdapat peningkatan kerjasama yang cukup besar diantara otoritas olahraga internasional dan berbagai badan-badan pemerintah. Sebelum tahun 1998 masih terjadi perdebatan dalam beberapa forum terpisah (IOC, Federasi-Federasi Olahraga, pemerintah), yang mengakibatkan timbulnya perbedaan definisi, kebijakan dan sanksi. Salah satu akibat dari kebingungan ini adalah bahwa sanksi doping seringkali dipersengketakan dan terkadang dikesampingkan dalam pengadilan sipil.
Skandal Tour de France semakin menekankan perlunya sebuah badan internasional independen, yang akan menyatukan standar-standar bagi kegiatan anti-doping dan mengoordinasikan upaya-upaya organisasi-organisasi olahraga dan otoritas publik.


1.4 GERAKAN ANTI DOPING
Konferensi Dunia tentang Doping dalam Olahraga di Copenhagen, Denmark 3 – 5 Maret 2003 diakhiri dengan suatu Deklarasi Copenhagen tentang Anti-Doping dalam olahraga, salah satu isi dari Deklarasi tersebut adalah komitmen melawan doping di dalam olahraga dan memerintahkan kepada setiap negara untuk segera membentuk Lembaga Anti Doping Nasionalnya masing-masing. Dan Indonesia ikut menandatanganinya.
Dukungan terhadap hasil Konvensi dan Deklarasi tentang Anti Doping dalam Olahraga di Copenhagen tersebut datang dari UNESCO yang dibuktikan dengan melaksanakan Konferensi Umum di Paris, dari tanggal 3 sampai 21 Oktober 2005.
Proses legalitas anti doping dalam olahraga oleh UNESCO telah berlangsung melalui suatu konvensi internasional. Uraian proses legalitas dari UNESCO tersebut dapat diringkas seperti uraian di bawah ini.
Dalam konferensi Internasional kedua, ketiga dan keempat yang diselenggarakan di Moscow (1998), Punta Del Este (1999) dan Athena (2004) dan Resolusi nomor 9/32C yang dihasilkan dari pertemuan Umum UNESCO pada ke 32 (2003) yang diikuti oleh para menteri dan official resmi yang bertanggungjawab atas pendidikan fisik dan olahraga telah menyepakati merekomendasikan tentang Anti Doping dalam Olahraga. Juga dengan mempertimbangkan Kode Anti Doping Dunia yang dihasilkan oleh World Anti Doping Agency dalam kenferensi Dunia dan Deklarasi mengenai Anti Doping dalam Olahraga, di Copenhagen, 5 Maret 2003.
Pada sesi ke 33 konferensi umum UNESCO, di Paris, dari tanggal 3 sampai 21 Oktober 2005, dengan maksud meningkatkan kerja strategi dan program kegiatan-kegiatan UNESCO dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga, dan mempromosikan pencegahan dan pemberantasan doping dalam olahraga yang pada akhirnya melahirkan kovensi internasional menentang doping dalam olahraga. Tujuan konvensi ini adalah mendorong kerjasama diantara negara-negara pihak mengacu kepada instrumen hukum internasional mengenai hak-hak asasi manusia untuk menghapus doping dalam olahraga.
Konvensi ini pada dasarnya mengatur kewajiban negara-negara anggota untuk mengambil kebijakan yang harmonis dan selaras pada tingkat nasional dan internasional, mendorong dan meningkatkan kerjasama internasional, serta mengambil langkah-langkah pendukung lainnya untuk melindungi olahragawan (atlet) dan menentang doping, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Negara anggota, apabila memungkinkan, mengadopsi langkah-langkah untuk membatasi ketersediaan zat dan metode terlarang untuk memberantas penggunaannya dalam olahraga (Pasal 8 Konvensi)
2. Mendorong produsen dan distributor makanan suplemen menyediakan informasi mengenai kandungan produk (Ingredients) dan komposisi analitik (Analytical composition) (Pasal 10)
3. Negara anggota, apabila memungkinkan, wajib menyediakan anggaran untuk mendukung program pengujian doping bagi seluruh cabang olahraga atau membantu organisasi olahraga, organisasi anti doping dalam pendanaan pengawasan doping baik dengan subsidi langsung maupun grants/ hibah (Pasal 11)
4. Pengawasan doping harus konsisten dengan the code dan mencakup sistem pemeriksaan tanpa pemberitahuan sebelumnya baik didalam pertandingan (In-competition test) maupun di luar pertandingan (Out-of competition test) (Pasal 12)
5. Negara anggota wajib mendukung dan mengimplementasikan program pendidikan dan pelatihan anti doping (Pasal 19 – 23)
6. Untuk efektifitas pelaksanaannya, konvensi ini mengatur pembentukan, tugas dan fungsi konferensi negara-negara anggota, sekretariat, prosedur untuk mengamandemen konvensi, klausul-klausul yang berkaitan dengan ratifikasi konvensi berikut pelaksanaannya, penyampaian ratifikasi dan reservasi (Pasal 28 – 43)
7. Konvensi ini dilengkapi dengan daftar terlarang (Zat dan metode) yang tercantum pada lampiran I dan standar pemberian pengecualian penggunaan terapeutik yang tercantum pada lampiran II yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari konvensi.

Karena banyak ditemukan doping dalam olahraga prestasi, IOC mengambil inisiatif dan menyelenggarakan Konferensi Dunia tentang Doping dalam Olahraga di Lausanne pada bulan Februari 1999. Menindaklanjuti hasil usulan dalam Konferensi tersebut, dibentuklah World Anti-Doping Agency (WADA) di Lausanne Swiss pada tanggal 10 November 1999. Badan tersebut merupakan pengemban tugas anti-doping yang sebelumnya dilakukan oleh IOC. WADA memiliki struktur organisasi yang berdasarkan pada kesetaraan perwakilan dari Gerakan Olimpiade dan Otoritas Publik dan bersifat independen. Misi utama dari WADA tersebut adalah memromosikan, mengoordinasikan dan memantau kegiatan menentang doping dalam olahraga terhadap segala bentuknya. Dengan dukungan dari pemerintah dan gerakan olahraga, WADA mengoordinasikan pengembangan dan implementasi program anti-doping dunia.
Selama tahun-tahun pertama keberadaannya, WADA telah mencapai kesepakatan dengan 34 Federasi Olahraga Internasional yang melaksanakan Olimpiade musim panas dan olahraga musim dingin (anggota ASOIF dan AIOWF) untuk melakukan pengujian di luar kompetisi (out-of-competition test) tanpa pemberitahuan. Badan tersebut terus berusaha untuk membuat kode anti-doping universal yang selaras sampai Olimpiade Athena tahun 2004. Walau begitu olahraga di luar Gerakan Olimpiade masih menjadi masalah. Olahraga profesional, terutama liga-liga utama di Amerika Serikat, bekerja berdasarkan peraturan anti-doping mereka sendiri, yang terkadang tidak seketat yang diterapkan oleh WADA.
Program anti-doping dunia meliputi seluruh elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menjamin harmonisasi optimal dan praktek terbaik dalam program anti-doping internasional dan nasional. Elemen-elemen utama tersebut adalah Kode Anti-Doping Dunia, Standar-Standar Internasional dan Model Praktek Terbaik. Standar-Standar Internasional meliputi Daftar Terlarang, Pengecualian Menggunakan Terapeutik, Pengujian, Laboratorium dan Kerahasiaan Pribadi (Protection of Privacy). Model Praktek Terbaik meliputi model peraturan, petunjuk dan formulir-formulir.


1.5 LEMBAGA ANTI DOPING INDONESIA
Dalam mengembangkan olahraga, sejak dahulu Indonesia selalu turut berperan serta dalam hampir semua kegiatan yang berkaitan dengan olahraga termasuk dalam menentukan berbagai kebijakan dalam pengembangan olahraga tidak hanya di tingkat nasional, akan tetapi juga pada tingkat dunia. Oleh sebab itu kebijakan-kebijakan dan strategi yang ditempuh Indonesia dalam pembinaan dan pengembangan keolahragaan selalu sejalan dengan kebijakan yang ditempuh oleh organisasi internasional, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan gerakan dan strategi menentang doping dalam olahraga.
Berdasarkan hal tersebut di atas selain Indonesia telah turut menandatangani Deklarasi Copenhagen, pemerintah Indonesia sangat menaruh perhatian untuk melindungi hak fundamental olahragawan, melalui harmonisasi, koordinasi dan efektivitas gerakan anti-doping baik pada tingkat nasional maupun internasional. Dengan latar berlakang tersebut maka pemerintah Indonesia membentuk suatu organisasi anti-doping nasional dengan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 072/U/2004 tentang Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI).
Selanjutnya pada tahun 2004 terjadi perubahan Departemen/Kementerian dimana dalam susunan ”Kabinet Indonesia Bersatu” dibentuk Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, maka Keputusan Mendiknas tentang LADI diganti dengan Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor: Kep1963/MENPORA/IX/2005 tentang LADI.

1. Doping adalah pemberian obat/bahan secara oral/parental kepada seorang olahragawan dalam kompetisi, dengan tujuan utama untuk meningkatkan prestasi secara tidak wajar (Richard V.Ganslen).

2.Doping adalah pemberian/penggunaan oleh peserta lomba, berupa bahan yang asing bagi organisme melalui jalan apa saja atau bahan fisiologi dalam jumlah yang abnormal atau diberikan melalui jalan yang abnormal, dengan tujuan meningkatkan prestasi (International Conggres of Sport Sciences; Olympiade Tokyo 1964).

3.Doping adalah upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan indikasi medis.

Namun, dampak jangka panjangnya yang buruk bagi kesehatan, membuat koka (penghasil serbuk kokain) digolongkan sebagai obat perangsang atau doping. Selain golongan narkotika, seperti kokain dan ganja, ada zat lain yang tergolong doping, yaitu anabolik dan turunannya, beta blocker, hormon, bahan dengan aktivitas antiestrogenik, dan diuretik. Komisi medik FIFA juga melarang metode yang memperkaya transfer oksigen darah secara buatan, manipulasi kimia dan fisika, serta penggunaan gen.

Sayangnya, meski daftar doping baik substansi maupun metodenya terus bertambah panjang karena kemajuan teknologi, bahan-bahan yang termasuk doping juga semakin mudah diakses dengan alasan serupa. Lewat internet, orang bisa beli substansi apa saja, dalam jumlah berapa saja, dan tentu saja tanpa resep dokter.

Belum lagi transfer darah dengan mengambil darah pemain dan nantinya ditransfusikan kembali yang sulit dideteksi karena menggunakan bagian tubuh pemain itu sendiri. Transfer darah mempercepat peningkatan jumlah sel darah merah sehingga bisa mengantar oksigen lebih banyak ke otot sebagai sumber tenaga. Dengan kemajuan teknologi, sel darah merah juga sudah ada sintetisnya sehingga atlet tinggal menyuntikkan sel darah hasil rekayasa genetika ini menjelang pertandingan.

2 ALASAN PENGGUNAAN DOPING

Faktor yang menunjang pemakaian doping:
1. Aspek psikososial.

2. Faktor kepribadian.

3. Faktor lingkungan social indifidu.

- Nilai social kemenangan.
- Lingkungan masyarakat.
- Lingkungan pemain.
4. Kurangnya informasi tentang bahaya penggunaan doping.
5. Ketatnya persaingan.
6. Komersialisasi.
7. Propaganda.
8. Frustasi.

.3 ALASAN PELARANGAN DOPING
1. Alasan etis.
Penggunaan doping melanggar norma fairplay dan sportivitas yang merupakan jiwa olahraga.
2.Alasan medis.
Doping dapat membahayakan pemakainya.

3.1Resiko Penggunaan Doping.
Bahaya doping antara lain:
1. Dikalangan atletik penggnaan doping untuk meningkatkan prestasi yang melampai batas kemampuan normal. Keadaan ini tidak wajar dan berbahaya, karena rasa letih merupakan peringtan dari tubuh bahwa seseorang tersebut telah sampai batas kemampuannya. Jika dipaksakan bias menimbulkan “exhaustion” yang membahayakan kesehatan.
Overdose dapat berbahaya, dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium, halusinasi, perilaku ganas, dan juga aritmia jantung yang dapat menimbulkan masalah serius. Untuk mengatasi gejala ini digunakan sedative misalnya diazepam.

2. Doping dengan suntikan darah akan menimbulkan reaksi alergi, meningkatnya sirkulasi darah di atas normal, dan mungkin gangguan ginjal. Golongan obat peptide hormonis dan analognya dapat berakibat si atlet menderita sakit kepala, perasaan selalu letih, depresi, pembesaran buah dada pada atlet pria, dan mudah tersinggung.

3. Efek bahaya suntikan eritropoetin berupa darah menjadi lebih pekat sehingga mudah menggumpal dan memungkinkan terjadinya stroke (pecahnya pembuluh darah di otak).

4. Penggunaan deuretika terlalu banyak dapat berakibat pengeluaran garam mineral yang berlebihan. Akibatnya timbul kejang otot, mual, sakit kepala, dan pingsan. Pemakaian yang terlalu sering mungkin akan menyebabkan gangguan ginjal dan jantung.

5. Penggunaan analgesic pada atlit perempuan berfungsi menghilangkan rasa sakit ketika haid. Tetapi, dampaknya jika salah memilih obat bisa mengakibatkan sulit bernapas. mual, kehilangan konsentrasi, dan mungkin menimbulkan adiksi atau kecanduan.

6. Salah satu jenis doping yang paling sering digunakan para atlet adalah obat-obatan anabolik, termasuk hormon androgenik steorid. Jenis hormon ini punya efek berbahaya, baik bagi atlet pria maupun atlet perempuan karena mengganggu keseimbangan hormon tubuh serta meningkatkan risiko terkena penyakit hati dan jantung. Khusus bagi atlet perempuan, pemakaian hormon ini akan menyebabkan tumbuhnya sifat pria, seperti berkumis, suara berat, dan serak. Lalu, timbul gangguan menstruasi, perubahan pola distribusi pertumbuhan rambut, mengecilkan ukuran buah dada, dan meningkatkan agresivitas. Bagi atlet remaja, itu akan mengakibatkan timbulnya jerawat. Yang terpenting, pertumbuhannya akan berhenti.
7. Beta-blockers membendung penyampaikan rangsangan ke jantung, paru-paru dan aliran darah, memperlambat rata-rata detak jantung. Itu dilarang dalam olahraga seperti panahan dan menyelam karena menghindarkan getaran. Efek merugikan yang terjadi antar alain mimpi buruk, susah tidur, kelelahan, depresi, gula darah rendah dan gagal jantung.
8. HGH Human Growth Hormone (hormon pertumbuhan manusia), somatotrophin. menyamai hormon pertumbuhan dalam darah yang dikendalikan oleh mekanisme kompleks yang merangsang pertumbuhan, membantu sintesa protein dan menghancurkan lemak. HGH disalahgunakan oleh saingan untuk merangsang otot dan pertumbuhan jaringan. Efek yang merugikan termasuk kelebihan kadar glukosa, akumulasi cairan, sakit jantung, masalah sendi dan jaringan pengikat, kadar lemak tinggi, lemahnya otot, aktivitas thyroid yang rendah dan cacat.
Doping sangat dikenal oleh insan olah raga sebagai metode meningkatkan prestasi tanpa indikasi medis. Mengapa dikaitkan dengan indikasi medis ? Ya, karena berhubungan dengan zat atau bahan yang berdampak buruk bagi kesehatan para pemakainya.
4.ANTARA PRESTASI DAN SPORTIVITAS
Masih segar dalam ingatan kita, baru-baru ini seorang ratu atletik dari negeri Paman Sam dihukum 6 bulan karena keterlibatannya dengan doping dan dinilai mencemari nilai-nilai sportivitas dalam olah raga. Jika diruntut ke belakang, makin banyaklah daftar nama atlet terkenal yang terlibat Doping dan berakhir dengan sanksi. Bantahan atlet ataupun pembelaan dari para ofisial tak dapat melindungi si atlet dari jeratan hukum berdasarkan hasil pemeriksaan.
4.1 Mengapa menggunakan Doping?
Tak perlu bertanya kepada para pelaku, kita bisa menduga bahwa Prestasi, Gengsi, Ambisi, Bonus, Uang, Ketenaran, hiruk pikuk tepukan dan puja puji adalah jawaban mengapa seorang atlet menggunakan Doping. Bisa jadi atlet hanyalah alat dari ambisi terselubung sebuah institusi induk organisasi, atau siapapun yang berada di balik layar, atau bahkan sebuah negara. Siapa yang dapat mengetahuinya ?
Sejauh ini, jika seorang olahragawan dicurigai dan pada pemeriksaan berikutnya benar-benar terbukti menggunakan Doping, maka dialah terdakwa utama, kambing paling hitam dari kambing-kambing hitam lain yang mungkin ikut berperan namun luput dari jeratan sanksi. Atau, tak jarang pula olahragawan tersebut memang pengguna Doping sejati yang merancangnya secara sistematis demi sebuah prestasi.
Kita mafhum, banyak negara menjadikan olahraga bak sebuah industri, melibatkan uang, melibatkan berbagai pihak dan kepentingan. Di sisi lain, sajian olahraga menjadi makin menarik, penuh pesona, mampu menyedot perhatian berjuta pasang mata, menciptakan kelompok-kelompok para fans, melecut gairah, menggugah histeria. Kadang memicu pertengkaran, perkelahian atau bahkan nyawapun jadi tumbal.
Untuk itulah para olahragawan (dan para ofisial) dituntut selalu tampil prima untuk meraih impian, yakni: Kemenangan dan Prestasi !!!
Tak ada yang salah ketika “kemenangan”, “gengsi” dan prestasi dikumandangkan. Namun upaya ke arah itu sepantasnya menggunakan cara-cara jujur dengan menjunjung tinggi nilai sportivitas sebagai “ruh” olah raga itu sendiri. Tentu dengan latihan tekun, teratur, terukur, sistematis dengan memanfaatkan teknologi terkini sejauh tidak melanggar ketentuan Induk Organisai Olahraga dan tidak merugikan kesehatan.
Tahun 2008 ini PON ( Pekan Olah Raga Nasional ) sebagai ajang adu prestasi olahraga multi event digelar di Kalimantan Timur. Kita berharap, hajatan tersebut berlangsung meriah, penuh solidaritas di tengah persaingan, menjunjung tinggi sportivitas, tanpa kekerasan, … dan bebas Doping.

5.JENIS-JENIS DOPING
Penggunaan anabolika oleh atlit-atlit dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkuat ototnya, terutama cabang olahraga yang berprestasi sangat tergantung pada kekuatan otot, seperti angkat besi, dan atletik, juga pada bina raga (body building). Volume dan kekuatan otot bertabah karena peningkatan sintesa protein diotot rangka, begitu berat badan menjadi naik, antara lain karena retensi air. Prestasi menjadi naik 10-15%, tetapi setelah 4 minggu berkurang lagi. Efeknya hanya nyata bila sebelum dan selama penggunaan zat anabolic dilakukan latihan itensif, yang disertai diet yang kaya akan protein dan kalori.
mengingat dosis tinggi yang diperlukan untuk efek baik tersebut dan efek samping buruk yang dapat terjadi (yang terpentingadalah gangguan fungsi hati dan tumor hati, lihat dibawah), maka pemakaian doping tidak dapat dibenarkan. Semua organisasi olahraga dunia melarang penggunaan anabolika yang dimuat dalam suatu daftar khusus. Atlit yang ketangkap basah atas dasar tes urin selalu didiskualifikasi dan didenda berat. Meskipun demikian sampai sekarang masih sering kali dilaporkan terjadinya pelnggaran.
Zat-zat doping lainnya.
Disamping steroida androgen dan anabolika (nandrolon, stanozolol) kini juga banyak diunakan sejumlah obat lain untuk dopin. Dapatlah disebutkan amfetamin dan derivat-derivatnya yang berefek peningkatan prestasi (efek ergogen), terutama pada jenis olah raga ynag memerlukan pengeluaran tenaga eksplosif selama waktu singkat. Adrenergika (obat-obat asma eferendi, klenbuterol) dan somatotrofin (growth hormone) juga menghasilkan efek positif terhadap volume dan kekuatan otot doping darah sendiri dan eritropoetin pun masih sering digunakan pada jenis olahraga yang membutuhkna keuletan jangka panjang (lari atau lomba sepeda jarak 10 km atau lebih). Efek ergogennya berdasarkan antara lain peningkatan jumlah eritrosit dan kapasitas transport oksigen dan CO2.
1. Psikostimulansi:
Amfetamin, kokain, nikotin, kofein.
Ketergantungan fisik tidak begitu kuat, sedangkan ketergantungan psikis bervariasi dari lemah (kofein) sampai sangat kuat (amfetamin, kokain).
Senyawa anfetamin: anfetamin, metamfetamin (“speed”) MTA, dan ectasy.
Pada waktu perang dunia ke-II, senyawa ini banyak digunakan untuk efek stimulansnya, antara lain meningkatkan daya tahan prajurit dan penerbang, menghilangkan rasa letih, mengantuk, maupun lapar, dan meningkatkan kewaspadaan dan aktivitas. Selain itu zat ini juga meningkatkan tekanan darah dan rate jantung, yang dapat menyebabkan stroke maupun serangan jantung. Seusai perang zat ini, yang juga disebut “pep-pills”, sering sekali disalah gunkan oleh mahasiswa dan pengemudi truk untuk memberikan perasaan nyaman (euphoria), serta menghilangkan rasa kantuk dan lelah. Dikalangan atletik zat ini digunakan sebagai “doping” untuk meningkatkan prestasi yang melampai batas kemampuan normal. Keadaan ini tidak wajar dan berbahaya, karena rasa letih merupakan peringtan dari tubuh bahwa seseorang tersebut telah sampai batas kemampuannya. Jika dipaksakan bisa menimbulkan “exhaustion” yang membahayakan kesehatan.
Overdose dapat berbahaya, dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium, halusinasi, perilaku ganas, dan juga aritmia jantung yang dapat menimbulkan masalah serius. Untuk mengatasi gejala ini digunakan sedative misalnya diazepam.
2. Anabolika
Steroida anabol adalah derivate testoteron (dan progesterone) sintesis yang telah dikembangkan, sehingga dapat digunakan oleh wanita dan anak dibawah 16 tahun. Anabolika yang banyak digunakan dalah:
• Derivate testoteron
Metandrostenolon, metanolon (primobolan), eksimetolon (zenalosyn), stanozol (stromba).
• Dan derivate nandrolon
Nandrolon dan etilestrenol.

Ada beberapa jenis doping yang popular digunakan
1. Amfetamin
Adalah obat perangsang system saraf pusat yg berfungsi meningkatkan kewaspadaan dan mereduce rasa kantuk karena kurang tidur Amphetamin adalah obat resep, dosis yg berlebihan dapat menyebabkan insomnia, terlalu mudah terangsan dan kecanduan, Penggunaanobat ini dilarang oleh lembaga olahraga internasional

2. Steroid Anabolic
Adalah senyawa sintetis yang bentuk dan pengaruhnya mirip testosteron (hormon laki-laki), sehingga pemakainya cenderung androgenik cirinya ditandai dg banyak tumbuh bulu dan suara dalam
Syteroid anabolic dijual bebas dg nama dagang Deca-durabolin, maxibolin dsb
Obat ini dapat menyebabkan kerusakan hati, menurunnya produksi sperma, dan telah dilarang IOC

3. Kafein
Inget kafein inget ptm gundala yg selalu menyediakan kopi, pantes mainnya bagus2 ternyata pake doping Kafein berpengaruh terhadap system saraf pusat untuk menurunkan rasa gantuk, meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi rasa lelah, meningkatkan tempo jantung dan tekanan darah.
Kafein tidak dilarang, hasil penelitian menunjukkan efeknya akan nyata dengan dosis 500 mg atau setara dengan 3 sd 5 cangkir kopi, efek sampingnya bersifat diuretik, menimbulkan sering buang air kecil, mengganggu juga kalo lagi main pingpong trus kamar kecilnya jauh dan dapat menyebabkan dehidrasi

4. Glukose
Penambahan glokosa cukup populer akhir-akhir ini, karena glukosa merupakan sumber pembentuk glikogen yang merupakan sumber energi utama bagi tubuh..
Tapi agar dihindari meminum gula/glukose sebelum bertanding, karena begitu ada asupan glukosa, tubuh mengeluarkan insulin terlalu dini, sehingga menimbulkan pembentukan glikogen terlalu dini, akibatnya selama main malah pencernaan glukosa menjadi tumpul...jadi lemes bro

Sebenarnya banyak lagi, seperti doping oksigen, doping darah, doping psikologis, nanti gw tulis di thread lanjutan ah nanti thread ini terlalu panjang

yang jelas doping yg paling bagus adalah istirahat yg cukup, makanan berimbang/gizi bagus dan ketenangan hati.

6. BAHAYA DOPING
Stimulan
Tujuan : Meningkatkan tingkat kewaspadaan, tingkat kompetisi dan agresi dan membantu melawan kelelahan.
Efek samping : Tekanan darah dan suhu tubuh naik, serta membuat detak jantung tak beraturan. Akibat lain termasuk detak jantung berhenti dan stroke.



Diuretik
Tujuan : Membantu mengurangi cairan yang ada di dalam tubuh. Mengurangi berat badan dan mengencerkan urine sehingga sulit untuk mendeteksi adanya jenis obat-obatan lain.
Efek samping : Dehidrasi hebat.

Hormon Pertumbuhan Manusia (HGH)
Tujuan : Merangsang pertumbuhan otot dan jaringan tubuh.
Efek samping : Perubahan bentuk tubuh, di mana kaki, tangan, dan rahang membesar secara tidak alami.

Erythropoietin (EPO)
Tujuan : Mendorong pembentukan sel darah merah yang memungkinkan peningkatan kapasitas tubuh dalam menggunakan oksigen.
Efek samping : Tekanan darah tinggi, arteri dan pembuluh darah mampet, otak membengkak dan terkena serangan stroke.

Beta-Blocker
Tujuan : Menurunkan detak jantung dan menghentikan gemetar dalam olahraga seperti menembak.
Efek samping : Lelah, depresi, dan gagal ginjal.
Doping Darah (metode)
Tujuan : Meningkatkan jumlah sel darah merah secara artificial. Darah diambil dari atlet yang bersangkutan, disimpan dan kemudian dimasukkan lagi ke tubuh mendekati saat pertandingan.
Efek samping : Infeksi (termasuk AIDS), gagal ginjal dan hati, kerusakan otak.

7. KESIMPULAN
Jadi doping mempunyai dampak positif dan negatifnya,bila digunakan dengan baik maka doping sangat berfungsi bagi pemakainya seperti para medis menggunakan doping untuk tujuan pengobatan.
Adapun tujuan lain yang banyak digunakan orang adalah pemakain diluar fungsi dari doping itu sendiri,sehingga fungsi doping itu tidak tercapai justru menelan banyak korban.dan banyak juga di pakai di kalangan olahraga maksud tujuan mencapai prestasi malah justru sebaliknya.
Maka di harapkan jangan menggunakan doping hanya untuk manfaat diluar manfaat doping tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
http://ladi.or.id/tipe2/index.php?option=com_content&task=view&id=77&Itemid=55
http://tyoteye.multiply.com/journal/item/2
http://ladi.or.id/tipe2/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=58
http://krm7zakyblog.blogspot.com/2009/12/beberapa-macam-macam-obat-doping.html
http://cakmoki86.wordpress.com/2008/01/13/doping-mengejar-prestasi-menuai-sangsi/


Silahkan di Like  Fans Page dan Grub di Bawah Ini agar selalu mendapat artikel setiap kami memposting di blog ini:
Olahraga, Pendidikan, Bisnis  (grup)
Olahraga | Pendidikan | Bisnis

No comments:

Post a Comment