HAKEKAT PENDIDIK , PESERTA DIDIK , DAN MASYARAKAT
Friday, June 21, 2013
0
komentar
BAB I
A. Pendahuluan
Sebelum kami menjelskan Hakekat Pendidik , Pesrta Didik , dan
masyarakat. Perlu kiranya kami menjelaskan apa pendidikan itu. Menurut Ki Hajar
Dewantara, pengertian secara umum adalah selalu berdasarkan pada apa yang dapat
kita saksikan dalam semua macam pe
Dan perlu
kita ketahui bahwa di dalam “pendidikan” mempunyai pengertian suatu proses
bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung beberapa
unsur-unsur yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :
1)Didalam bimbingan ada
pembimbingnya ( pendidik ) dan yang dibimbing (terdidik).
2)Bimbingan
mempunyai arah yang bertitik tolak pada dasar pendidikan dan berakhir pada
tujuaqn pendidikan.
3)Bimbingan berlangsung pada suatu
tempat, lingkungan atau lembaga pendidikan tertentu.
4)Bimbingan merupakan proses, maka
harus proses ini berlangsung dalam jangka waktu terntu.
5)Didalam
bimbingan harus mempunyai bahan yang akan disampaikan pada anak didik untuk
mengembangkan pribadi seperti yang di inginkan.
6)Didalam bimbingan menggunakan
metode tertentu.
BAB II
B. Pembahasan
1. Hakekat Pendidik
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang
mendidik.Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam
persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional
kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan,
keterampilan.
Jika
menjelaskan pendidik ini selalu dikaitkan dengan bidang tugas dan pekejaan,
maka fareable yang melekat adalah lembaga pendidika. Dan ini juga menunjukkan
bahwa akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat
pada diri seseorang yang tugasnya adalah mendidik atau memberrikan pendidikan.
a.Tugas dan Tanggung Jawab
Pendidik.
Tugas-tugas dari seorang pendidik
adalah :
1)Membimbing peserta didik, dalam
artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan,
bakat, minat dan sebagainya.
2)Menciptakan situasi untuk
pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidik dapat
berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3)Seorang penddidik harus memiliki
pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan keagamaan, dan lain
sebagainya.
Seperti yang dikemukakan oleh Imam
al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan,
menyempurnakan serta membaha hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan tanggung jawab dari
seorang pendidik adalah :
1)Bertanggung moral.
2)Bertanggung jawab dalam bidang
pedidikan.
3)Tanggung jawab kemasyarakatan.
4)Bertanggung jawab dalam bidang
keilmuan.
b.Tujuan Pendidik.
Pendidik adalah orang yang mempunyai
rasa tanggung jawab untuk memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya demi mencapai kedewasaannya, mampu
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial dan sebagai
individu yang sanggup berdiri sendiri.
Orang yang pertama yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orang tuanya,
karena adanya pertalian darah secara langsung sehingga ia mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap masa depan anaknya.
Orang tua disebut juga sebagai
pendidik kodrat. Namun karena mereka tidak mempunayai kemampuan, waktu dan
sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang
lain yang dikira mampu atau berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik.
c. Syarat-syarat dan Sifat-sifat
yang Harus dimiliki oleh Seorang Pendidik.
Syarat-syarat umum bagi seorang
pendidik adalah : Sehat Jasmani dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit, syarat
untuk menjadi seorang pendidik yaitu :
1)Harus beragama.
2)Mampu bertanggung jawab atas
kesejahteraan agama.
3)Tidak kalah dengan guru-guru umum
lainnya dalam membentuk Negara yang demokratis.
4)Harus memiliki perasaan panggilan
murni.
Sedangkan sifat-sifat yang harus
dimiliki seorang pendidik adalah :
1)Integritas peribadi, peribadi yang
segala aspeknya berkembang secara harmonis.
2)Integritas sosial, yaitu peribadi
yang merupakan satuan dengan masyarakat.
3)Integritas susila, yaitu peribadi
yang telah menyatukan diri dengan norma-norma susila yang dipilihnya.
Adapun
menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, seorang pendidik harus memiliki
sifat-sifat tertenru agar ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik,
seperti yang diungkapkan oleh beliau adalah :
1)Memiliki sifat Zuhud, dalam artian
tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridha Allah.
2)Seorang Guru harus jauh dari dosa
besar.
3)Ikhlas dalam pekerjaan.
4)Bersifat pemaaf.
5)Harus mencintai peserta didiknya.
2. Hakekat Peserta Didik
Peserta
didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan
menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern
anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan,
melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya
adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat
dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan
dan pengarahan.
Dasar-dasar kebutuhan anak untuk
memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya.
Dasar-dasar kpdrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk
mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung
aspek-aspek kepentingan, antara lain :
1). Aspek Paedogogis.
Dalam aspek ini para pendidik
mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan.
Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang
yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik,
melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia dengan potensi yang
dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan kearah yang diciptakan.
2). Aspek Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi, pada
perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhlik yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
3). Aspek Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah aspek
pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut
para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut
juga homoriligius (makhluk yang beragama).
3. Hakekat Masyarakat
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian daripadanya, karena tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif.
Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya
manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di dalam masyarakat dan
masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia di dalam
masyarakat. Teori-teori tentang hakikat masyarakat yang berkembang dan dianut
dunia pada umumnya adalah :
1. Teori Atomistic
Pada periode masyarakat sebelum terbentuknya negara seperti yang kita kenal sekarang (pre social state) manusia sebagai pribadi adalah bebas dan independen. Dengan demikian masyarakat dibentuk atas dasar kehendak bersama, untuk tujuan bersama para kemudian menjadi warga masyarakat itu.
Pribadi manusia sebagai individu memiliki kebebasan, kemerdekaan dan persamaan diantara manusia lainnya. Karena didorong oleh kesadaran tertentu, mereka secara sukarela membentuk masyarakat, dan masyarakat dalam bentuknya yang formal ialah negara. Oleh sebab itu masyarakat adalah perwujudan kontrak sosial, perjanjian bersama warga masyarakat itu. Berdasarkan asas pandangan atomisme ini penghargaan kepada pribadi manusia adalah prinsip utama. Artinya setiap praktek tentang kehidupan di dalam masyarakat selalu diarahkan bagi pembianaan hak-hak asasi manusia, demi martabat manusia.
2.Teori Organisme
Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dan berkembang di dalam masyarakat. Manusia lahir dalam wujud yang serba lemah, lahir dan bathin. Keadaannya dan perkembangannya amat tergantung (dependent) kepada orang lain, minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak hanya pada masa bayi dan masa kanak-kanak, bahkan di dalam perkembangan menuju kedewasaan seseorang individu masih memerlukan bantuan orang lain. Misalnya dalam penyesuaian kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu manusia saling membutuhkan sesamanya dem ikelanjutan hidup dan kesejahteraannya.
Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan di dalam masyarakat menurut teori organisme ialah : :
a. Bahwa kekuasaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga di atas hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu.
b. Lembaga masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara nasional, bersifat totalitas, pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara yang ideal, dan bukan manusia sebagai yang ideal.
3.Teori Integralistik
Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tidak dapat diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai pribadi selalu ada dan hidup di dalam kebersamaan di dalam masyarakat. Jelas bahwa pribadi manusia adalah suatu realita di dalam masyarakat, seperti halnya masyarakat pun adalah realita diantara bangsa-bangsa di dunia ini dan komplementatif. Masyarakat ada karena terdiri dari pada individu-individu warga masyarakat Dan pribadi manusia, individu-individu
Dalam masyarakat itu berkembang dan dipengaruhi oleh masyarakat.
Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula sebaliknya.
Pelaksanaan asas-asas menurut teori integralistik yang dapat penulis samakan dengan teori kekeluargaan adalah berdasarkan keseimbangan antara hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi). Praktek tata kehidupan sosial berdasarkan kesadaran nilai-nilai, norma-norma sosial yang berlaku dan dijunjung bersama baik oleh individu sebagai pribadi, maupun oleh masyarakat sebagai lembaga. Kepentingan dan tujuan hidup individu meskipun amat bersifat pribadi, tak dapat dipertentangkan dengan kepentingan dan tujuan sosial. Sebab tiap individu menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. Ini berarti bahwa kebebasan (kemerdekaan) dan hak-hak individu dengan sendirinya dibatasi oleh kemerdekaan dan hak-hak individu lain di dalam masyarakat. Kesadaran atas nilai-nilai asasi demikian berarti merupakan dasar bagi tiap individu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara maksimal.
Kesadaran atas hak-hak asasi dan kewajiban dalam antar hubungan manusia sudah pasti berdasarkan nilai-nilai sosial yang berlaku berdasarkan norma-norma nilai tertentu. Nilai-nilai itulah sebagai asas normatif. Asas normatif merupakan dasar terwujudnya harmonis di dalam masyarakat. Tetapi, pelaksanaan asas normatif ini sudah tentu berbeda dengan yang berlaku di dalam masyarakat yang berlatar belakang pandangan filosofis atomisme atau organisme. Dalam masyarakat menurut teori integralistik, asas kekeluargaan menjadi prinsip kehidupan bersama demi kesejahteraan bersama, baik individu maupun keseluruhan. Walaupun pada hakekatnya yang diutamakan adalah keseluruhan warga masyarakat, namun pandangan integralistik tak mengabaikan individu. Karena realitas yang wajar ialah menghormati pribadi sama dengan menghormati keseluruhan masyarakat sebagai satu totalitas.
Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula sebaliknya.
Pelaksanaan asas-asas menurut teori integralistik yang dapat penulis samakan dengan teori kekeluargaan adalah berdasarkan keseimbangan antara hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi). Praktek tata kehidupan sosial berdasarkan kesadaran nilai-nilai, norma-norma sosial yang berlaku dan dijunjung bersama baik oleh individu sebagai pribadi, maupun oleh masyarakat sebagai lembaga. Kepentingan dan tujuan hidup individu meskipun amat bersifat pribadi, tak dapat dipertentangkan dengan kepentingan dan tujuan sosial. Sebab tiap individu menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. Ini berarti bahwa kebebasan (kemerdekaan) dan hak-hak individu dengan sendirinya dibatasi oleh kemerdekaan dan hak-hak individu lain di dalam masyarakat. Kesadaran atas nilai-nilai asasi demikian berarti merupakan dasar bagi tiap individu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara maksimal.
Kesadaran atas hak-hak asasi dan kewajiban dalam antar hubungan manusia sudah pasti berdasarkan nilai-nilai sosial yang berlaku berdasarkan norma-norma nilai tertentu. Nilai-nilai itulah sebagai asas normatif. Asas normatif merupakan dasar terwujudnya harmonis di dalam masyarakat. Tetapi, pelaksanaan asas normatif ini sudah tentu berbeda dengan yang berlaku di dalam masyarakat yang berlatar belakang pandangan filosofis atomisme atau organisme. Dalam masyarakat menurut teori integralistik, asas kekeluargaan menjadi prinsip kehidupan bersama demi kesejahteraan bersama, baik individu maupun keseluruhan. Walaupun pada hakekatnya yang diutamakan adalah keseluruhan warga masyarakat, namun pandangan integralistik tak mengabaikan individu. Karena realitas yang wajar ialah menghormati pribadi sama dengan menghormati keseluruhan masyarakat sebagai satu totalitas.
KESIMPULAN
Pendidik adalah orang yang melakukan
kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif
pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional
kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan,
keterampilan.
Seorang pendidik mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Seperti yang
dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada
Allah.
peserta didik adalah makhluk yang berada dalam
proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana
mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah
titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik
dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu,
bimbingan dan pengarahan.
sedangkan masyarakat adalah (1) suatu kelompok orang yang berpikir
tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi,
sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam
rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls
tertentu, (2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok,
sampai turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan,
(3) suatu ke orang yang mempunyai sistem
kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan
Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta 2005.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam
Persepektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1984.
Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan,
Jakarta :Rineka cipta, 1981.
H. M. Arifin, Ilmu Pendidian Islam,
Jakarta : Bumi Aksara, 1991
Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1998.
Nasution S. Sosialisasi Pendidikan,
Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Adalah Mahasiswa Jurtusan Pendidikan
Bahasa Arab Fak. Tarbiyah IAIN SUnan Ampel Surabaya angkatan 2007.
https://rumahmakalah.wordpress.com/2009/05/18/
https://rumahmakalah.wordpress.com/2009/05/18/
Silahkan di Like Fans Page dan Grub di Bawah Ini agar selalu mendapat artikel setiap kami memposting di blog ini:
Olahraga, Pendidikan, Bisnis (grup)
Olahraga | Pendidikan | Bisnis
Olahraga, Pendidikan, Bisnis (grup)
Olahraga | Pendidikan | Bisnis
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: HAKEKAT PENDIDIK , PESERTA DIDIK , DAN MASYARAKAT
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://simbolonbermanhot.blogspot.com/2013/06/hakekat-pendidik-peserta-didik-dan.html?m=0. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5