TEORI PSIKOLOGI OLAHRAGA
Thursday, August 15, 2013
0
komentar
A. Pengertian Psikologi Olahraga
1. Apakah Psikologi Olahraga?
Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai
dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang
disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan
seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi
diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi
olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk
membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan
sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada dalam
kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah
untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih
baik dari sebelumnya.
1.1 Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia
Jadi, di satu pihak seorang
praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup
pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali
pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih
terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan
sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau
psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan; sehingga
sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan
mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan
keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.
Dalam upaya mengatasi masalah
ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional tengah berupaya menyusun
ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah
berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi para
psikolog praktisi yang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi
olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga
yang meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam
olahraga, 3) Psikologi olahraga terapan, 4) Psikologi senam.
Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam
penanganan aspek psikologi olahraga adalah dalam menentukan klien utama.
Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih,
atau pengurus. Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika
terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog
dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut
adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga
kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk
menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs
(1993) menawarkan berbagai kemungkinan seperti misalnya menerapkan perjanjian
tertulis untuk memberikan keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui
bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin
cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi
tentang dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus
dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian pula,
hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi
atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah
yang serupa.
2. Mengapa Psikologi
Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Seringkali fisik dijadikan dasar
utama tanpa memperhitungkan aspek psikisnya. Hal ini jelas keliru dan perlu
adanya upaya perbaikan konsep dalam sistem pelatihan cabang olahraga.
Aspek psikis atlet ibarat obor yang siap membakar semangat atlet untuk mengeluarkan
segala kemampuannya yang telah didapatkan dari proses latihan yang
peningkatannya. Kemampuan teknik dan fisik seseorang tidak akan begitu berarti
ketika kejiwaannya (mental) tidak mampu mengerakkan untuk tampil optimal (
http://tonangjuniarta.blogspot.com/).
Adapun tujuan dalam mempelajari psikologi olahraga antara lain :
Adapun tujuan dalam mempelajari psikologi olahraga antara lain :
Tujuan eksplanatif, yaitu
menjelaskan dan memahami gejala tingkah laku dan pengalaman manusia
berolahraga, hal ini sangat perlu karena tindakan dan perbuatan yang tampak
pada hakikatnya tidak dapat terlepas dari sikap yang tidak tampak yang didorong
oleh banyak faktor-faktor psikologi lainnya, seperti sifat-sifat pribadi
individu, motifasi,
pemikiran, kecemasan atlet, perasaan
pengalamn dan juga situasi sekitar.
Tujuan prediktif, yaitu
meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam olahraga, hal
ini perlu untuk bisa lebih siap hal-hal yang akan mungkin terjadi.
Tujuan kontrol, yaitu mengendalikan gejala-gejala tingkah laku dalam olahraga yang dapat mengarah ke hal-hal yang tidak menguntungkan perkembangan subjek (Setyobroto, 1989:14)
Tujuan kontrol, yaitu mengendalikan gejala-gejala tingkah laku dalam olahraga yang dapat mengarah ke hal-hal yang tidak menguntungkan perkembangan subjek (Setyobroto, 1989:14)
Pentingya Psikologi Olahraga terhadap Atlet
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya seperti penampilan waktu latian. Dari keadaan ini maka pelatih pun harus bisa menguasai terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres (Subandono; 2009).
Pelatih harus tahu apa penyebab membuat atlet merasa cemas sebelum bertanding,
pelatih harus tahu bagaimana cara meredakan kecemasan atlet, pelatih harus tahu
cara meningkatkan percaya diri atlet, pelatih harus tahu memotivasi atlet, dan
lain sebagainya.
3. Bagaimanakah
Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang Tangguh?
Mental yang tegar, sama
halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana,
teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet,
pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara
individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal
profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal
dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet
biasanya berupa gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan
fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya
tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering
beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil
psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis
seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi
olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek
psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan
kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung
dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.
B. Aspek-aspek Psikologis yang
berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor
psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut
bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling
sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan
pertandingan dan masa latihan.
1. Berpikir Positif
Berpikir positif
dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif,
melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi
terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir
positif, maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri,
meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir
positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau
mental yang tangguh.
Pikiran positif akan
diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran akan
menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas
pikiran negatif seperti, "takut salah, takut out, takut bola pukulannya
tanggung" dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan lebih
besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif, hindari
yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet. Daripada
mengatakan: "Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...!
Awas, jangan berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya
dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama: "Ayo, coba lagi
pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan, tangannya, begini...
langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo dicoba".
Sebagai pelatih,
tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk dapat
berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada
tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan
menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan prestasi.
2. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal
setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu setiap
atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam
pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah,
sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
Untuk menetapkan
sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat, yaitu:
a. Sasaran harus
menantang.
Sasaran yang ditentukan
harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat mencapai
sasaran tersebut.
b. Sasaran harus dapat
dicapai.
Buatlah sasaran itu
cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa bahwa
sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika sasaran
terlalu tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi
berlatihnya akan menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah
untuk dapat dicapai, maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena ia
akan dapat mencapai sasaran tersebut.
c. Sasaran harus
meningkat.
Mulai dari sasaran yang
relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama makin tinggi,
semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap
latihanpun biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang
bersifat umum, lalu uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu
kompetisi jangka panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek,
sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya
juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula cara mengukumya atau
apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik pencapaian
sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.
3. Motivasi
Motivasi dapat dilihat
sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha
dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri
orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.
Ditinjau dari fungsi
diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar
(ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik).
Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat
memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat
memenangkan pertandingan.
Motivasi yang baik tidak
mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah atau penghargaan
dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama
menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih
mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang
material.
Untuk mengembangkan
motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar. Pelatih perlu
melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara positif.
Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih
harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor emosi
dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap
diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi
dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan
sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan
tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan
emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
Pengendalian emosi dalam
pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan. Para
pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya,
bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan
sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat
atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih
perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya.
yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.
Gejolak emosi dapat
mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang
otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka
konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal.
Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat
sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia
tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan
dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut
tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah
disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.
Disinilah perlunya
dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement). Sebelum
pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui
sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya
komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara
terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan dan
Ketegangan
Tahu kah anda bahwa
atlet yang memiliki kecemasan yang tinggi akan memiliki ambisi prestasi yang
rendah dan sebaliknya jika atlet memiliki kecemasan yang rendah akan memiliki
ambisi yang besar untuk berprestasi.
Kecemasan biasanya
berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa
salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya.
Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia
terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan
optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi
kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai usaha untuk
dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam menghadapi pertandingan,
lakukanlah beberapa teknik berikut ini :
a. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan
permasalahan yang menimbulkan kecemasan.
b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya.
c. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
f. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
g. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.
j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.
b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya.
c. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
f. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
g. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.
j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.
Lihat juga dalam blog ini cara-cara melatih
mental atlet dan cara meredakan
kecemasan atlet.
5.1 Gejala Kecemasan Bertanding
Gejala
kecemasan bermacam-macam bentuk dan kompleksitasnya, namun bisa dilihat dari
tingkah laku atlet, berikut ini gejala-gejala kecemasan menurut Gunarsa (1996:
39) :
Seseorang yang mengalami kecemasan (anxiety) cenderung untuk terus menerus merasa khawatir akan
keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau diri orang lain yang
dikenalnya dengan baik. Biasanya, seseorang yang mengalami kecemasan cenderung
tidak sabar, mudah tersinggung, sering mengeluh, sulit berkonsentrasi, dan
mudah terganggu tidurnya atau mengalami kesulitan untuk tidur. Penderita anxiety sering mengalami gejala-gejala
seperti : berkeringat berlebihan (walaupun udara tidak panas dan bukan setelah
berolahraga), jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, dingin pada
tangan atau kaki, mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut kering, merasa
tenggorokan kering, tampak pucat, sering buang air kecil melebihi batas
kewajaran, dan lain-lain. Penderita anxiety
juga sering mengeluh sakit pada persendian, kaku otot, cepat merasa lelah,
tidak mampu relaks, sering atau anggota tubuh dengan intensitas dan frekuensi
berlebihan, misalnya : pada saat duduk terus-menerus mengoyangkan kaki,
meregangkan leher, mengernyitkan dahi, dan lain-lain. Yang didukung oleh Lares
(2012: 32), bahwa “orang yang menggoyang-goyangkan kaki menunjukkan dia tengah
grogi dan tidak tenang (cemas)”.
Menurut
Harsono (1988: 280), bahwa “atlet yang mengalami kecemasan terlihat dari
perubahan-perubahan fisiologis seperti : telapak tangan terasa basah karena
keringat, otot-otot menjadi tegang, amplitude
tremor otot-otot tubuh bertambah besar, kedipan mata menjadi lebih sering,
pernapasan menjadi cepat dan dangkal, ada rasa mual, perut mules, pusing, dan
sebagainya”.
Berdasarkan
uraian di atas, ditarik kesimpulan bahwa gejala kecemasan bertanding dapat
dikelompokkan menjadi gejala fisik dan gejala fisiologis. Gejala fisik dan
gejala fisiologi ini digunakan lebih lanjut untuk mengungkapkan tingkat
kecemasan bertanding.
5.2 Pengaruh
Ketegangan dan Kecemasan terhadap Atlet
Dampak kecemasan dan ketegangan atlet sebelum pertandingan
akan mengalami bermacam-macam kesulitan dalam menghadapi pertandingan.
Ketegangan dan kecemasan dapat berpengaruh pada kondisi fisik maupun mental
atlet yang bersangkutan. Berikut ini merupakan perwujudan dari ketegangan atau
kecemasan pada komponen fisik dan mental menurut Gunarsa (2008: 65).
a)
Pengaruh pada kondisi kefaalan
·
Denyut jantung meningkat. Artinya, atlet akan
merasakan debaran jantung yang lebih keras atau lebih cepat.
·
Telapak tangan berkeringat. Misalnya, atlet
bulutangkis, tenis, atau tenis meja, sering kali mengubah-ubah posisi tangan
pada raket atau berusaha mengeringkan telapak tangan dengan cara menyekanya
pada baju yang dikenakan.
·
Mulut kering, yang mengakibatkan bertambahnya rasa
haus.
·
Gangguan-gangguan pada perut atau lambung, baik yang
benar-benar menimbulkan luka pada lampung maupun yang sifatnya semu seperti
mual-mual.
·
Otot-otot pundak dan leher menjadi kaku. Kekakuan pada
leher dan pundak merupakan ciri yang banyak ditemui pada penderita-penderita
stres.
b)
Pengaruh pada aspek psikis
·
Atlet menjadi gelisah
·
Gejolak emosi naik turun. Artinya, atlet menjadi
sangat peka sehingga cepat bereaksi, atau sebaliknya, reaksi emosinya menjadi
tumpul.
·
Konsentrasi terhambat sehingga kemampuan berpikir
menjadi kacau.
·
Kemampuan membaca permainan lawan menjadi tumpul.
·
Keragu-raguan dalam pengambilan keputusan.
Jika seorang atlet berada
dalam kondisi kefaalan dan psikis seperti tersebut di atas, tentu penampilannya
pun akan ikut teganggu. Gangguan yang dialami oleh atlet adalah :
·
Irama permainan menjadi sulit dikendalikan.
·
Pengaturan ketepatan waktu untuk bereaksi menjadi
berkurang.
·
Koordinasi otot menjadi tidak sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Misalnya, sulit untuk mengatur kekerasan atau kehalusan dalam
menggunakan kontraksi otot-otot.
·
Pemakaian energi menjadi boros. Oleh karena itu, dalam
kondisi tegang, atlet akan cepat merasa lelah.
·
Kemampuan dan kecermatan dalam membaca permainan lawan
menjadi berkurang.
·
Pengambilan keputusan menjadi cenderung tergesa-gesa
dan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
·
Penampilan saat sedang bermain menjadi dikuasai oleh emosi
sesaat. Gerakan pun akan dilakukan tanpa kendali pikiran.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan, jika atlet mengalami kecemasan pada kondisi kefaalan dan
kondisi psikis, tentu penampilan pun akan terganggu seperti irama permainan
yang sulit dikendalikan sehingga atlet akan sulit mencapai prestasi.
5.3. Faktor-Faktor Kecemasan Bertanding
Khawatir tentang
sesuatu, gelisah, dan perilaku terguncang merupakan ciri-ciri orang yang cemas
karena disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor kecemasan secara
umum Nevid (2003: 180-185) mengatakan terdiri dari dua (2) faktor, yaitu ;
faktor kognitif dan faktor biologis.
1.
Faktor Kognitif
-
Prediksi berlebihan terhadap
rasa takut
Orang dengan gangguan-gangguan kecemasan
sering kali memprediksi secara berlebihan tentang seberapa besar ketakutan atau
kecemasan yang akan mereka alami dalam situasi-situasi pembangkit kecemasan.
Orang dengan fobia ular, misalnya, berharap akan gemetar ketika berhadapan
dengan seekor ular.
-
Keyakinan yang self-defeating atau irasional
Pikiran-pikiran yang cenderung
membesar-besarkan risiko peristiwa kurang menguntungkan yang terjadi. Misalnya,
“Bagaimana kalau saya mendapat serangan kecemasan di depan orang banyak ?”.
-
Sensitivitas berlebihan
terhadap ancaman
Kita semua mempunyai sistem alarm internal
yang sensitif terhadap sinyal ancaman. Misalnya, manusia purba bereaksi dengan
cepat terhadap tanda-tanda ancaman, seperti suara gemeresik dari semak-semak
yang mungkin mengindikasikan bahwa ada pemangsa yang mau menyerang, mungkin
lebih siap untuk mengambil tindangan defensif
(menghadapi atau kabur).
-
Sensitivitas kecemasan
Mereka kemungkinan lebih mudah sekali panik
bila mereka mengalami tanda-tanda ketubuhan dari kecemasan, seperti jantung
berdebar, nafas pendek, karena mereka menganggap sistom-sistom ini sebagai akan
datangnya malapetaka, seperti suatu serangan jantung.
-
Salah mengatribusikan
sinyal-sinyal tubuh
Sinyal-sinyal tubuh ini dapat muncul
sebagai konsekuensi dari hiperventilasi yang tidak terdeteksi, perubahan suhu,
atau reaksi terhadap obat atau pengobatan tertentu. Atau hanya sekedar
perubahan dalam keadaan tubuh yang wajar-wajar saja yang biasanya tidak
dirasakan oleh kebanyakan orang. Tetapi pada individu yang mudah panik,
sinyal-sinyal tubuh ini dapat salah diatribusikan dan dianggap sebagai sesuatu
yang mengerikan, sehingga menjadi pendorong timbulnya serangan panik.
-
Self-efficacy
yang rendah
Bila anda percaya Anda tidak punya
kemampuan untuk menanggulangi tantangan-tantangan penuh stres yang Anda hadapi
dalam hidup, Anda akan merasa makin cemas bila Anda berhadapan dengan
tantangan-tantangan itu.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa orang yang ketakutan, merasa terancam, sangat waspada, sulit
berkonsentrasi, dan sebagainya merupakan kecemasan dikarenakan faktor prediksi
berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self-defeating atau irasional, sensitivitas berlebihan terhadap
ancaman, sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh, dan
self-efficacy yang rendah atau faktor
ini disebut faktor kognitif.
2.
Faktor Biologis
-
Faktor genetik (faktor
keturunan)
-
Neurotransmiter
Ketidak teraturan atau disfungsi dalam
reseptor serotonin dan norepinephrine di otak juga memegang
peran dalam gangguan-gangguan kecemasan. Hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa obat-obat antidepresi yang mempengaruhi sistem neurotransmiter ini
sering kali mempunyai efek menguntungkan dalam menghadapi beberapa tipe
gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik.
-
Aspek-aspek biokimia pada
gangguan panik
Komponen fisik yang kuat pada gangguan
panik telah membawah beberapa teoretikus untuk berspekulasi bahwa serangan-serangan
panik mempunyai dasar biologis, kemungkinan melibatkan sisitem alarm yang
disfungsional di otak.
Psikiater Donald Klein (1994) mempunyai
pendapat bahwa kerusakan dalam sistem alarm respiratori otak menyebabkan
individu-individu yang mudah panik cenderung untuk menunjukkan reaksi tubuh
yang berlebihan terhadap sinyal-sinyal kekurangan udara yang barangkali terjadi
karena ada sedikit perubahan pada taraf karbon dioksida dalam darah. Sinyal
kekurangan udara yang berasal dari hiperventilasi atau penyebab lainnya memicu
suatu alarm respiratori, yang lalu memproduksi aliran sensasi yang melibatkan
serangan panik klasik: nafas pendek, sensasi tercekik, terasa pusing, seperti
mau pingsan, peningkatan denyut jantung atau palpitasi (jantung berdebar-debar),
gemetaran, sensasi panas dingin, dan perasaan mual.
-
Aspek-aspek biologis dari
gangguan obsesif-kompulsif
Model biologi lain yang akhir-akhir ini
mendapat perhatian mengatakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif dapat melibatkan
keterangsangan yang meniggi dari apa yang disebut sebagai sirkuit cemas (worry circuit), suatu jaringan neural di otak yang
ikut serta dalam memberi sinyal bahaya. Pada gangguan obsesif-kompulsif (OCD),
otak dapat secara konstan mengirim pesan bahwa ada sesuatu yang salah dan
memerlukan perhatian segera, hal ini membawah kepada pikiran-pikiran kecemasan
obsesional dan tingkah laku kompulsif repetitif.
Dari penjelasan faktor biologis di
atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang gelisah, gemetar, banyak keringat,
pening, sulit bernafas, leher kaku, perut mual, badan panas dingin, wajah
memerah, mudah marah, dan sebagainya merupakan ciri-ciri kecemasan dikarenakan
faktor genetik (faktor keturunan), neurotransmiter, aspek-aspek biokimia pada
gangguan panik, dan aspek-aspek biologis dari gangguan obsesif-kompulsif atau
hal ini disebut faktor biologis.
Dalam
buku Gunarsa (2008: 67), mengkhususkan dalam bidang olahraga, sumber ketegangan
dan kecemasan yang dialami oleh atlet dapat berasal dari dalam diri atlet
tersebut serta dapat pula berasal dari luar diri atlet atau lingkungan. Berikut
ini merupakan sumber-sumber ketegangan dan kecemasan atlet menurut Gunarsa
(2008: 67) :
a)
Sumber dari dalam
·
Atlet terlalu terpaku pada
kemampuan teknisnya. Akibatnya, ia didominasi oleh pikiran-pikiran yang terlalu
membebani, seperti komitmen yang berlebihan bahwa ia harus bermain sangat baik.
·
Munculnya pikiran-pikiran
negatif, seperti ketakutan akan dicemooh oleh penonton jika tidak
memperlihatkan penampialan yang baik. Pikiran-pikiran negatif tersebut
menyebabkan atlet mengantisipasikan suatu kejadian yang negatif.
·
Alam pikiran atlet akan sangat
dipengaruhi oleh kepuasan yang secara subjektif ia rasakan di dalam dirinya.
Padahal, hal tersebut sering kali tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau
tuntutan diri pihak lain seperti pelatih dan penonton. Pada atlet akan muncul
perasaan khwatir akan tidak mampu memenuhi keinginan pihak luar sehingga menimbulkan
ketegangan baru.
Dampak
ketegangan dan kecemasan terhadap penampilan atlet akan secara bertingkat
berakibat negatif, sebagaimana terlihat pada bagan di atas. Apabila tingkat
kecemasan tinggi akan mempengaruhi peregangan otot-otot yang berpengaruh pula
terhadap kemampuan teknisnya, penampilan pun akan terpengaruh (tentunya lebih
buruk) dengan akibat permainan/ penampilan menjadi lebih buruk. Selanjutnya,
alam pikiran semakin terganggu dan muncul berbagai pikiran negatif, misalnya
ketakutan akan kalah muncul kecemasan baru.
b)
Sumber dari luar
· Munculnya
berbagai rangsangan yang membingungkan. Rangsangan tersebut dapat berupa
tuntutan atau harapan dari luar yang menimbulkan keraguan pada atlet untuk
mengetahui hal tersebut, atau sulit terpenuhi. Keadaan ini menyebabkan atlet
mengalami kebingungan untuk menentukan penampilannya, bahkan kehilangan
kepercayaan diri.
· Pengaruh
massa. Dalam pertandingan apa pun, emosi massa sering berpengaruh besar
terhadap penampilan atlet, terutama jika pertandingan tersebut sangat ketat dan
menegangkan.
· Saingan-saingan
lain yang bukan lawan tandingannya. Seorang atlet menjadi sedemikian tegang
ketika menghadapi kenyataan bahwa ia mengalami kesulitan untuk bermain sehingga
keadaannya menjadi berdesak. Pada saat harapan untuk menang sedang terancam,
akan muncul berbagai pemikiran-pemikiran negatif, antara lain adalah:
v “Jika
saya gagal dalam pertandingan ini, maka saingan saya yang nantinya akan maju”.
v “Jika
saya kalah dalam pertandingan ini, maka saya akan dicoret sebagai anggota tim
inti dari regu ini, lalu saingan saya akan menggantikan posisi saya”.
v “Jika
saya tidak berhasil dalam pertandingan ini, saya akan kehilangan sumber
penghasilan yang baik”.
·
Pelatih yang memperlihatkan
siap tidak mau memahami bahwa ia telah berupaya sebaik-baiknya. Pelatih seperti
ini sering menyalahkan atau bahkan mencemooh atletnya, yang sebenarnya dapat
menguncangkan kepribadian atlet tersebut.
·
Hal-hal non-teknis seperti
kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat, angin yang bertiup terlalu
kencang, atau peralatan yang dirasakan tidak memadai.
Atlet yang selalu mengalami kecemasan sebelum
pertandingan baik sumber dari dalam maupun sumber dari luar akan mempengaruhi
penampilan atlet atau atlet akan sulit berkonsentrasi terhadap pertandingan
sehingga prestasinya akan menurun
seperti prestasi waktu latihan atau bisa di katakan atlet akan sulit
mencapai prestasi seperti yang diinginkan pelatihnya.
Kecemasan ternyata dipengaruhi oleh
berbagai macam dan berbeda-beda pendapat parah ahli. Pate (1984: 81- 89),
menambahkan sumber kecemasan bertanding dan juga faktor- faktor kecemasan bertanding :
·
Berpengalaman dan tak
berpengalaman
Sudah
barang tentu sangat mungkin bahwa olahragawan yang tidak berpengalaman menjadi
gugup, terancam dan bahkan jatuh mental pada saat mereka bermain ditempatnya
sendiri, bermain jauh dari tempatnya asalnya, bermain dengan lawan yang
penting, atau bermain dalam turnamen biasa atau pasca turnamen.
·
Pemekaan
Kadang-kadang,
pengalaman atau keterdedahan yang berulang kali terhadap sumber stres akan
cenderung menambah stres dari pada menurunkannya. Gejala ini dinamakan pemekaan
·
Banyak pertanyaan tidak
terjawab
Situasi bertanding macam apapun penyebabkan
olahragawan bertanya, “dapatkah saya mengatasi situasi ini ?, dapatkah saya
melawan dia ?” dapat membawah kearah stres yang meningkat. Tidak ada jawaban
sebagai jalan keluar. Sebenarnya, inilah apa yang disebut dengan tekanan
pertandingan.
·
Takut pada yang tidak
diharapkan
Para
pengikut olahraga sering mengalami tingkat stres yang luas bisa tingginya pada
saat mereka menghadapi lawan yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya atau
lawan yang tidak mereka kenali catatan prestasinya (tidak ada persiapan).
·
Tuntutan untuk peningkatan
Tekanan
pertandingan dapat timbul dalam berbagai bentuk. Perkembangan dan peningkatan
yang tetap yang dibutuhkan untuk keberhasilan atletik sering merupakan sumber
tekanan.
·
Orang tua dan Masyarakat
mencintai pemenang
Orang
tua dapat menjadi sumber stres yang utama. Orang tua yang memaksa anak-anaknya
dan mencintai mereka hanya apabila mereka berhasil menambah stres yang dialami
oleh para olahragawan muda.
·
Tekanan akademis
Nilai-nilai
akademis seringkali menjadi sumber utama stres sosial olahragawan usia sekolah.
Olahragawan yang terganggu dalam latihan oleh pikiran yang gelisah tentang tes
yang baru saja gagal, dapat mengalami penurunan penampilan olahraganya.
·
Tekanan pelatih
Pelatih
adalah sumber utama pujian dan hukuman; mereka dapat mendorong dan mengisi
olahragawan dengan percaya diri atau mereka dapat menghambat dan menghancurkan
rasa percaya diri.
·
Diri sendiri
Dalam
usaha mereka untuk mencapai potensi, olahragawan sering kali menempatkan
tekanan/tuntutan yang tidak realistik dan menyelahkan diri sendiri, kepada diri
mereka sendiri
Syahrastani (1999: 87) mengatakan sumber
kecemasan karena tuntutan sosial yang berlebihan dan tidak dapat dipenuhi oleh
individu yang bersangkutan, standar prestasi individu yang terlalu tinggi
dengan kemampuan yang dimilikinya. Kecenderungan sifat perfeksionis, perasaan
rendah diri pada individu yang bersangkutan, kurang siapan individu sendiri
untuk menghadapi situasi yang ada, pola pikir yang dan persepsi negatif
terhadap situasi yang ada ataupun terhadap diri sendiri.
6. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga,
kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya
seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap
kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya.
Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya,
sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman
bertanding yang memadai.
Peran pelatih dalam
menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk untuk
membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana letak
kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap
atlet dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar
target dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik
membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif
bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.
Jika pemain telah
bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan penghargaan Anda
sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan bermain
baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang
telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana
seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan
sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak
kemenangan.
7. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud
adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan pelatih. Masalah yang
sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih
dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa
diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih.
Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.
Untuk menghindari
terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan teknik-teknik
komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual. Keterbukaan
pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang
baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi
pengertian tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap
individu.
Sebelum program latihan
dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata tertib latihan
dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi
pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah
untuk memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya.
Misalnya, seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh
pelatih. Atlet tersebut bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia
tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum
minuman bersoda.
Demikian pula dalam hal
pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah dijalankan secara
konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar peraturan
tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun
harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama
melakukannya lagi di kemudian hari.
Pelatih pun perlu
bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya adalah
bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan
dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet
datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas
keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut
harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).
8. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan
suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek tententu
dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin lama ia
dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting
peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat
latihan, apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
Dalam olahraga, masalah
yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi adalah berkurangnya
akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan sehingga tidak mengenai
sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah
dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak
tahu harus bermain bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang.
Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.
9. Evaluasi Diri
Evaluasi diri
dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada
dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan
dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal
pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan
maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk
mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk
mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena itu, pelatih
perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai
latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan
diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah
jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang
kurang.
Biasakan agar atlet
mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam
bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
- Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek
dalam latihan dan pertandingan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
- Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan.
- Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
- Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan.
- Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
Pastikan bahwa buku
tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu diingat bahwa
pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan itu
menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih
adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan
evaluasi.
10 Kejenuhan dan Kebosanan
Karena
latihan yang berkepanjangan dan melelahkan atlet akan merasa bosan dan jenuh
yang tentunya akan menimbulkan reaksi
atlet dan akan perpengaruh negatif terhadap prestasi atlet. Disinilah
dibutuhkan pelatih yang kreatif, mencari cara bagaimana agar atlet tidak merasa
jenuh dan bosan selama mengikuti latihan yang panjang. Hackney,A.C., Perlamen,
S.N. & Nowacki, J,M. (1990), tanda-tanda atau reaksi-reaksi dari kejenuhan:
a)
Hilangnya minat bermain.
b)
Berkurangnya kepedulian.
c)
Gangguan tidur.
Penelitian
Savis (1994) menyimpulkan bahwa faktor tidur tidak sama pengaruhnya terhadap
prestasi semua atlet. Setiap atlet mempunyai pola sendiri dalam hal hubungan
antara tidur dan prestasinya. Akan tetapi, bagi atlet-atlet yang akan mengikuti
pertandingan atau kompetisi, perlu diperhitungkan faktor-faktor yang dapat
mengatur tidur (pergantian musim, kondisi fitness tubuh, perjalanan yang
melampaui perbatasan jam, dan kecemasan) yang pada gilirannya mungkin dapat
mengganggu prestasi.
d)
Kejenuhan fisik dan mental.
e)
Sakit kepala.
f)
Perubahan suasana emosi.
g)
Ketergantungan pada benda atau
Zat tertentu.
h)
Perubahan pada sistim nilai dan
keyakinan.
i)
Ketersisihan emosi.
j)
Peningkatan kecemasan.
Untuk mengatasi kondisi
atau keadaan jenuh dan bosan yang dialami atlet, diperlukan upaya-upaya tertentu,
antara lain:
a)
Mengurangi latihan monoton.
b)
Menghentikan latihan untuk
sementara (istirahat pasif).
c)
Mengubah lingkungan berlatih.
d)
Mengubah pola latihan yang
telah dilakukan setiap hari secara terus-menerus menjadi temuan yang baru
(misal; kalau latihan fisik bisa diganti dengan berenang bersama-sama, main
voli, dll)
e)
Melakukan variasi dalam
kehidupan sehari-hari.
f)
Mengembangkan keterampilan
psikologis seperti relaksasi, imajeri, penentuan sasaran dan self talk atau
sugesti diri sendiri positif.
g)
Mengubah gaya-gaya melatih
(misal; yang dulu otoriter bisa diganti dengan demokrasi).
h)
Dll
11. Overtraining
Dalam penelitian
Hollander, Mayers (1995) menyimpulkan bahwa latihan berlebihan (overtrening)
memberi dampak negatif baik pada atlet maupun pada pelatih: bosan, lelah,
motivasi dan kegembiraan menurun, stres, sasaran prestasi tidak tercapai, dan
terjadi peningkatan kemungkinan kecelakaan. Latihan yang berlebihan ini dapat
diatasi dengan merumuskan tujuan, sistem reward, dan pengaturan jadwal yang
tepat.
12. Mengenal atlet lewat kepribadian
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering menilai seseorang dan kadang penilaian yang
menurut kita suda pas namun kadang salah. Banyak yang mempengaruhi kepribadian;
misalnya dari keturunan, faktor makanan, faktor keluarga, faktor lingkungan,
dan lain-lain. Agar hubungan, komunikasi, dan pertemanan kita dengan orang lain baik dan lancar maka
perlunya kita mengetahui karakter dan kepribadian orang tersebut. Begitu juga
seorang pelatih, pelatih yang baik harus tau setiap kepribadian individu
atletnya, karena tidak sama kepribadian setiap manusia dan tidak sama cara
menghadapi setiap manusia. Ada atlet suka di puji ada yang tidak suka dipuji,
ada atlet semakin bersemangat jika di marahi oleh pelatih, ada semakin
membangkang jika dimarahi pelatih, dll. Jika kita sudah tau kepribadian atlet
maka kita tentunya akan tau cara menghadapinya akan tau apakah dia berbohong
atau tidak, bagaimana melatihnya, dan sebagainya.
13. Mengenal atlet lewat bahasa tubuh dan jenis tubuh dan
bentuk wajah atlet
C. Persiapan Pertandingan
Setelah atlet dilatih
baik fisik, teknik, strategi, maupun mentalnya dengan program latihan yang
tepat, maka untuk menguji hasil latihannya adalah dengan lterjun ke dalam
pertandingan. Tentunya diharapkan bahwa setiap pemain akan dapat menampilkan
seluruh kemampuannya yang didapat dan latihan. Namun acapkali pemain tampil di
bawah form, artinya ia tidak dapat menampilkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya pada saat pertandingan.
Untuk mengatasi hal
seperti di atas, perlu diciptakan situasi yang mendukung yang tercapainya
prestasi optimal dan dilakukan perwapan mental untuk menghadapi suatu
pertandingan agar si atlet dapat menampilkan seluruh kemampuannya, sehingga
tercapailah prestasi puncak.
Ada empat tahap penting
dalam persiapan menuju pertandingan, yaitu
(1) Sebelum hari pertandingan (saat-saat latiahan jauh
sebelumnya,persiapan umum, dan persiapan khusus, bisa 1 tahun, ½ tahun, 2
bulan, dll )
(2) Pada hari pertandingan ( menit-menit
pertandingan,sudah berada di lokasih pertandingan )
(3) Saat pertandingan ( sudah berada di dalam lapangan dan
bertanding )
(4) Setelah hari pertandingan ( setelah selesai semua
pertandingan dan kembai ketempat latihan masing-masing )
1. Sebelum Hari
Pertandingan
a. Kumpulkan data mengenai
kekuatan dan kelemahan lawan. Jika memungkin- kan, putarlah rekaman
pertandingannya. Kemudian susunlah strategi untuk menghadapinya. Untuk pemain
ganda, diskusikan strategi tersebut dengan pasangannya.
b. Pantau kemajuan
atlet, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana tingkat
konsentrasinya, bagaimana irama, timing, power, dan kelancaran
menjalankan ketrampilannya serta sikapnya terhadap latihan secara umum.
c. Pantau tingkat
kecemasan atlet dengan melihat ekspresi wajahnya apakah cerah atau murung:
apakah sinar matanya letih atau segar dan awas. Juga perhatikan suasana
hatinya, bagaimana kualitas tidur dan makannya, apakah ia mengalami
faktor-faktor psikosomatis seperti sakit perut, nyeri otot, sesak nafas, demam,
batuk, keringat dingin, dan sebagainya.
d. Pada saat tidak
latihan, pastikan bahwa atlet tidak "hidup dan berpikir" mengenai
pertandingannya 24 jam sehan. Berikan aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya
yang dapat memberikan suasana gembira, sehingga ia bisa mengalihkan pikirannya
sejenak dari pertandingan.
e. Satu hari menjelang
pertandingan, biasanya cukup latihan ringan saja dan tidak perlu berada di
lapangan terlalu lama. Pada malam hari sebelum bertanding, tidurlah pada saat
yang tepat, tidak perlu tidur terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan latihan
relaksasi dan visualisasi. Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau siang
hari, siapkan alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti dan
perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru. Pastikan
semua dalam keadaan baik.
2. Pada Hari
Pertandingan
a. Bangun tidur pada
saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan tidak berlebihan. Kemudian
lakukan aktivitas rutin kebiasaan sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa,
stretching, sarapan (perhatikan kapan harus makan dan apa yang harus dimakan),
latihan relaksasi dan visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan
termasuk cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir
positif.
b. Berangkatlah ke
tempat pertandingan pada saat yang tepat. Perhitungkan jarak ke tempat
pertandingan, bagaimana mencapainya, kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu
berangkat terlalu cepat, namun jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada
waktu untuk istirahat, penyesuaian dan pemanasan.
c. Di tempat
pertandingan pelatih perlu mengenali atlet mana yang berada didekat
teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri. Pastikan di lapangan mana
atlet yang akan bertanding, jangan lupa melapor panitia. Untuk pertandingan
pertama, pastikan atlet sudah hapal dimana letak ruang ganti, WC, ruang
kesehatan, tes doping, tempat ganti senar, dan sebagainya.
d. Sambil melakukan
pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan level `semangat' dlan tetap berpikir
positif. Pelatih dapat mengingatkan strategi yang akan diterapkan secara
sekilas. Lakukan stroke dengan penuh konsentrasi yang kemudian dapat
dilanjutkan dengan'visualisasi clan relaksasi.
3. Saat Bertanding
Saat bertanding tiba,
bukan waktunya lagi untuk memikirkan teknik memukul atau bagaimana harus
melangkah. Itu semua sudah dilatih dalam latihan dan sudah dihayati dalam
visualisasi. Sekarang saatnya tinggal mengulang-ulang kejadian yang sudah
divisualisasikan dan melakukannya sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang
adalah saatnya melakukan konsentrasi penuh hanya pada bola dan jalannya
pertandingan.
Anjurkan atlet untuk:
a. Memantau clan
menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.
b. Pusatkan perhatian
semata-mata hanya terhadap permainan yang sedang dijalani. Kesalahan yang baru
atau pernah terjadi, clan yang mungkin terjadi jangan dihiraukan.
c. Berpikir positif dan
optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.
d. Jangan terlalu banyak
menganalisa.
e. Bermainlah dengan
irama sendiri, jangan terbawa irama lawan.
f. Menjalankan strategi
yang telah disiapkan. Jangan diubah jika strategi itu berjalan. Lakukan
evaluasi singkat, jika strategi tidak jalan, lakukan penyesuaian dengan
alternatif strategi yang sudah dipersiapkan.
g. Hindari hal-hal
negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, berbicara terhadap
diri sendiri berlebihan, berpikir negatif, meragukan kemampuan clan menyerah
sebelum pertandingan selesai.
h. Jika bermain bagus,
jangan bertanya mengapa clan mengganti apapun; biarkan berjalan demikian.
Jangan mengendor jika sedang leading (memimpin pertandingan), clan tidak perlu
kasihan jika lawan mendapat angka nol.
4. Setelah Hari
Pertandingan
a. Mintalah atlet
mencatat hal-hal posisitf maupun negatif yang dirasa berpengaruh terhadap
penampilannya dalam pertandingan tadi. Bukan hanya yang bersifat teknik,
taktik, clan strategi, tetapi juga yang bersifat mental, bahkan hal-hal kecil
lainnya. Catat hasil tersebut dalam buku evaluasi si atlet.
b. Evaluasi penampilan
dalam pertandingan tadi. Apakah mencapai sasaran?
c. Putuskan apakah perlu
diadakan penyesuaian terhadap program latihan.
d. Pusatkan perhatian
terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.
D. Pelatih Sebagai Pembina Mental
Atlit
Pelatih dalam olahraga
dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau pelaksana program latihan, sebagai
motivator, konselor, evaluator dan yang bertanggung jawab terhadap segala hal
yang berhubungan dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih
sama halnya dengan atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara
satu dengan lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena
itu tidak ada pelatih yang murni ideal atau sempura.
Dalam mengisi peran sebagai
pelatih, seseorang harus melibatkan diri secara total dengan atlet asuhannya.
Artinya, seorang pelatih bukan hanya melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang
berhubungan dengan olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat berperan
sebagai teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya.
Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin
mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatihnya.
Keterlibatan yang
mendalam antara pelatih dengan atlet asuhannya harus dilandasi oleh adanya
empati dan pelatih terhadap atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan
pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti
pelatih dapat mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan
identitas pnbadinya. Untuk mengerti keadaan atlet dapat diperoleh dengan
mengetahui atau mengenal hal-hal penting yang ada pada atlet yang bersangkutan.
Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup bagi pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi
atletnya. Dasar dan sikap mau memahami keadaan psikologi atletnya adalah
pengertian pelatih bahwa setiap orang memiliki sifat-sifat khusus yang
memerlukan penanganan khusus pula dalam hubungan dengan pengembangan
potensinya.
Kepribadian seorang pelatih
dapat pula membentuk kepribadian atlet yang menjadi asuhannya. Hal terpenting
yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet percaya pada
pelatih bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk
kebaikan dan kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan
tersebut dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus
membuktikannya melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet
mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan
dijalankan oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.
Sumber Dari Buku
Bompa, Tudor O , 1983. Theory
and Methodologi of Traning, terj.
Sarwono.Surabaya : Universitas
Airlangga.
Gunarsa, Singgih D. ,
2002. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih D.,
Satiadarma, Myrna Hardjolukito, 1996. Psikologi Olahraga :
Teori dan Praktik.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Harsono, 1988. Coaching
dan Aspek-Aspek Psikologi Dalam Coaching. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, Beverly
Greene, 2003. Psikologi Abnormal. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Syahrastani, 1999. Psikologi Olahraga.
Padang: Universitas Negeri Padang.
Sumber dari Internet
Sumber: http://www.bulutangkis.com/mod.php?mod=userpage&menu=403&page_id=7
Silahkan di Like Fans Page dan Grub di Bawah Ini agar selalu mendapat artikel setiap kami memposting di blog ini:
Olahraga, Pendidikan, Bisnis (grup)
Toko Buku On Line (Grub)
Toko Buku Online
Olahraga | Pendidikan | Bisnis
Olahraga, Pendidikan, Bisnis (grup)
Toko Buku On Line (Grub)
Toko Buku Online
Olahraga | Pendidikan | Bisnis
Artikel
terkait :
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://simbolonbermanhot.blogspot.com/2013/08/psikologi-olahraga.html?m=0. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.TEORI PSIKOLOGI OLAHRAGA
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5