Sejarah Suku Batak Lengkap
Sunday, July 21, 2013
0
komentar
↓
Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa
Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai
mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang
ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga. Generasi
berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa. Bangsa Semetik kemudian
menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Khabarnya perpecahan
kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim. Bangsa Syam yang kemudian dikenal
sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal
Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di
samping Bangsa Braminik yang chauvinistik dan menjadi penguasa kasta tinggi di
agama Hindu), Nordik, Patan, Kaukasian, Slavia, Persia (Iran) dan India Utara
(semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain
sebangsanya. Bangsa Negroid menurunkan bangsa Afrika dan beberapa bangsa
berkulit hitam lainnya di dunia seperti Bangsa Dravidian (India berkulit
Hitam), Papua, Samoa, Aborigin di Autralia, Asmat dan bangsa lain yang hidup di kepulauan Polinesia, Samudera Pasifik. Bangsa
Tatar menurunkan Ras Mongoloid yang terdiri dari bangsa Mongol; Cina, Korea,
Uzbek, Tazik,
Kazakh, Kazan di Rusia, bangsa Nomad penghuni Kutub Utara
dan Selatan bermata cipit, Hokkian yang menjadi Konglomerat dan Mafia di
Indonesia serta Bangsa Maya, Suku Indian dan lain sebagainya yang menjadi
penduduk asli benua Amerika dan yang kedua; Ras Austronesia, yang menyebar di
Madagaskar, Afrika, Batak; Proto Malayan dan Neo Malayan; Melayu, Jawa dan
lain-lain. Penyebaran populasi manusia terjadi paska “Tsunami” pertama atau
dikenal sebagai Banjir Bah di jaman Nabi Nuh AS. Di jaman ini pula ada sebuah
komunitas manusia yang konon mempunyai tinggi badan 15-30 meter punah ditelan
banjir karena kesombongannya. Peneliti antropologi Amerika di awal abad 20
menemukan kembali bangsa ini di pedalaman Afrika, namun lokasinya dirahasiakan
oleh pihak militer yang tertarik untuk mengambil sampel komunitas ini untuk
rekayasa gen tentara AS. Penelitian juga diarahkan untuk menghidupkan kembali
Bangsa Dinosaurus, sejenis binatang purba, yang juga mati tenggelam karena
tidak sempat dan tidak ‘muat’ dimasukkan di kapal Nabi Nuh 3000-1000 SM
(Sebelum masehi)
Bangsa Batak yang merupakan bagian dari Ras Proto Malayan
hidup damai bermukim di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa
komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok
Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur,
Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang berwarga negara India. Adat istiadat
mereka dan aksesoris pakaian yang dimiliki sampai sekarang masih mirp dengan
pakaian Batak, misalnya pernik dan warna ulos. Sifat dominan dari ras ini
adalah kebiasaan hidup dalam Splendid Isolation di lembah lembah sungai dan di puncak-puncak
pegunungan. Mereka sangat jarang membuat kontak bersifat permanen dengan
pendatang yang berasal dari komunitas lainnya misalnya komunitas yang berada di
tepi pantai, pesisir, yang saat itu banyak dipengaruhi oleh ideologi yang
berbeda dengan mereka, misalnya Hinduisme (Yang disinyalir sebagai ajaran turunan
dari agama Nabi Nuh AS), Zoroaster, Animisme gaya Yunani dan Romawi dan juga
paham-paham baru seperti Buddha, Tao dan Shintoisme Sifat tersebut masih
membekas dan terus dipertahankan oleh orang-orang Batak hingga abad 19. Sampai
saat ini, diperkirakan suku bangsa yang berasal dari ras ini masih
mempertahankan kebiasaan ini, terutama Bangsa Tayal, bangsa pribumi di Taiwan,
Orang-orang Bontoc dan batak Palawan penghuni pertama daerah Filipina.
↓
1000 SM
Bangsa Mongol yang dikenal bengis dan mempunyai kemajuan
teknologi yang lebih tinggi berkat hubungan mereka yang konsisten dengan
berbagai bangsa mulai bergerak ke arah selatan. Di sana, keturunan mereka menyebut
dirinya Bangsa Syan dan kemudian menciptakan komunitas Burma, Siam (Thai) dan
Kamboja yang kemudian menjadi cikal-bakal negara. Ras Proto Malayan mulai
terdesak. Ketertutupan mereka menjadi bumerang karena teknologi mereka tidak up
to date. Sebagian dari mereka kemudian mulai meninggalkan daerah-daerah
tersebut, menempuh perjalanan untuk mencari daerah baru bahkan ke seberang
lautan, di mana mereka akan menikmati hidup dalam ‘splendid isolation’ kembali.
Bangsa Bontoc bergerak ke daerah Filipina, Bangsa Toraja ke selatannya,
Sulawesi.
Di Filipina, Batak Palawan merupakan sebuah suku yang sampai
sekarang menggunaka istilah Batak. Saudara mereka bangsa Tayal membuka daerah
di kepulauan Formosa, yang kemudian, beberapa abad setelah itu, daerah mereka
diserobot dan kedamaian hidup mereka terusak oleh orang-orang Cina nasionalis
yang kemudian menamakannya Taiwan. Yang lain, Bangsa Ranau terdampar di
Lampung. Bangsa Karen tidak sempat mempersiapkan diri untuk
migrasi, mereka tertinggal di hutan belantara Burma/Myanmar
dan sampai sekarang masih melakukan pemberontakan atas dominasi Suku Burma atau
Myamar yang memerintah. Selebihnya, Bangsa Meo berhasil mempertahankan
eksistensinya di Thailand. Bangsa Naga, Manipur, Mizo, Assamese mendirikan
negara-negara bagian di India dan setiap tahun mereka harus berjuang dan
berperang untuk mempertahankan identitas mereka dari supremasi bangsa
Arya-Dravidian, yakni Bangsa India, yang mulai menduduki daerah tersebut karena
over populasi. Bangsa Batak sendiri, selain terdampar di Filipina, sebagian
terdampat di kepulauan Andaman (sekarang merupakan bagian dari India) dan
Andalas dalam tiga gelombang.
Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut dan sampai
ke Pulau Enggano. Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Mereka
kemudian bergerak memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang
Kiri dan mulai mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan
membuat identitas sendiri yang bernama Batak Gayo. Mereka
yang menyusuri Sungai Simpang Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak.
Batak Gayo dan Alas kemudian dimasukkan Belanda ke peta Aceh.
Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di Muara Sungai
Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat,
Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mereka
kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala
Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk Buhit pun
tercipta.
Masih dalam budaya ‘splendid isolation’, di sini, Bangsa
Batak dapat berkembang dengan damai sesuai dengan kodratnya. Komunitas ini
kemudian terbagi dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan yang dianggap secara adat sebagai
kubu tertua dan yang kedua; Kubu Isumbaon yang di dalam adat dianggap yang
bungsu. Sementara itu komunitas awal Bangsa Batak, jumlahnya sangat kecil, yang
hijrah dan migrasi jauh sebelumnya, mulai menyadari kelemahan budayanya dan
mengolah hasil-hasil hutan dan melakukan kontak dagang dengan
Bangsa Arab, Yunani dan Romawi kuno melalui pelabuhan Barus.
Di Mesir hasil produksi mereka, kapur Barus, digunakan sebagai bahan dasar pengawetan
mumi, Raja-raja tuhan Fir’aun yang sudah meninggal. Tentunya di masa inilah
hidup seorang pembawa agama yang dikenal sebagai Nabi Musa AS.
↓
1000 SM – 1510 M
Komunitas Batak berkembang dan struktur masyarakat
berfungsi. Persaingan dan Kerjasama menciptakan sebuah pemerintahan yang
berkuasa mengatur dan menetapkan sistem adat. Ratusan tahun sebelum lahirnya
Nabi Isa Al Masih, Nabi Bangsa Israel di Tanah Palestina, Dinasti Sori Mangaraja
telah berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi di
Sianjur Sagala Limbong Mulana.
Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya yang sebagian
besar adalah Datu, Magician, mengatur pemerintahan atas seluruh Bangsa Batak,
di daerah tersebut, dalam sebuah pemerintahan berbentuk Teokrasi. Dinasti
Sorimangaraja terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan.
Mereka sangat disegani oleh Bangsa Batak di bagian selatan yang keturunan dari
Tatea Bulan.
Dengan bertambahnya penduduk, maka berkurang pula lahan yang
digunakan untuk pertanian, yang menjadi sumber makanan untuk mempertahankan
regenerasi. Maka perpindahan terpaksa dilakukan untuk mencari lokasi baru.
Alasan lain dari perpindahan tersebut adalah karena para tenaga medis kerajaan
gagal membasmi penyakit menular yang sudah menjangkiti penduduk sampai menjadi
epidemik yang parah.
Perpindahan diarahkan ke segala arah, sebagain membuka
pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah selatan yang kemudian bernama
Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok di antaranya turun ke arah
timur, menetap dan membuka tanah, sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa,
daerah di pinggir Kota Medan.
↓
450 M
Daerah Toba telah diolah dan dikelola secara luas oleh
rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon,
kelompok marga Si Bagot Ni Pohan, leluhur Annisa Pohan, menantu SBY, Presiden pilihan
langsung pertama RI. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang
membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis.
Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke
selatan. Sebagain lagi menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Keturunannya di
Medan mendirikan banyak lembaga sosial terutama Pesantren Modern Darul Arafah
di Pinggiran Kota Medan.
Di daerah Selatan kelompok marga Lubis harus bertarung
melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah
Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan. Mereka
kemudian berhadapan dengan bangsa Lubu, Bangsa berkulit Hitam ras Dravidian
yang terusir dari India, melalui Kepulauan Andaman berkelana sampai daerah
muara Sungai Batang Toru. Bangsa Lobu tersingkir dan kemudian menetap di
hutan-hutan sekitar Muara Sipongi. Bila di India Bangsa Arya meletakkan mereka
sebagai bangsa terhina, ‘untouchable’; haram dilihat dan disentuh, maka nasib
sama hampir menimpa
mereka di sini. Saudara Bangsa Lubu, Bangsa Tamil migrasi
beberapa abad kemudian, dari India Selatan, membonceng perusahaan-perusahaan
Eropa dan membentuk Kampung Keling di Kerajaan Melayu Deli, Medan.
↓
600-1200
Komunitas Batak di Simalungun memberontak dan memisahkan
diri dari Dinasti Batak, Dinasti Sori Mangaraja di pusat. Mereka mendirikan
kerajaan Nagur. Mereka ini keturunan Batak yang bermukim di Tomok, Ambarita dan
Simanindo di Pulau Samosir. Di kemudian hari kerajaan Nagur di tangan orang
Batak Gayo mendirikan kerajaan Islam Aceh.
Simalungun merupsakan tanah yang subur akibat bekas siraman
lava. Siraman lava dan marga tersebut berasal dari ledakan gunung berapi
terbesar di dunia, di zaman pra sejarah. Ledakan itu membentuk danau Toba.
Orang Simalungun berhasil membudidayakan tanaman, selain padi yang menjadi
tanaman kesukaan orang Batak; Pohon Karet.
Hasil-hasil pohon karet tersebut mengundang kedatangan ras
Mongoloid lainnya yang mengusir mereka dari daratan benua Asia; orang-orang
Cina yang sudah pintar berperahu pada zaman Dinasti Swi, 570-620 M. Di antaranya
Bangsa Yunnan yang sangat ramah dan banyak beradaptasi dengan pribumi dan suku
bangsa Hokkian, suku bangsa yang dikucilkan di Cina daratan, yang mengekspor
tabiat jahat dan menjadi bajak laut di Lautan Cina Selatan.
Kolaborasi dengan bangsa Cina tersebut membentuk kembali
kebudayaan maritim di masyarakat setempat.
Mereka mendirikan kota pelabuhan Sang Pang To di tepi sungai
Bah Bolon lebih kurang tiga kilometer dari kota Perdagangan. Orang-orang dari
Dinasti Swi tersebut meninggalkan batu-batu bersurat di pedalaman Simalungun.
Di daerah pesisir Barat, Barus, kota maritim yang bertambah
pesat yang sekarang masuk di Kerajaan Batak mulai didatangi pelaut-pelaut baru,
terutama Cina, Pedagang Gujarat, Persia dan Arab. Pelaut-pelaut Romawi Kuno dan
Yunani Kuno sudah digantikan oleh keturunan mereka pelaut-pelaut Eropa yang
lebih canggih, dididikan Arab Spanyol. Islam mulai diterima sebagai kepercayaan
resmi oleh sebagian elemen pedagang Bangsa Batak yang mengimpor bahan perhiasan
dan alat-alat teknologi lainnya serta mengekpor ‘Kemenyan’ komoditas
satu-satunya tanah Batak yang sangat diminati dunia. Islam mulai dikenal dan diterima
sebagai agama resmi orang-orang Batak di pesisir; khusunya Singkil dan Barus.
↓
850 M
Kelompok Marga Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi
Habinsaran bermigrasi massal ke arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan
Barumun di Padang Lawas. Kelompok ini sangat hobbi berkuda sebagai kendaraan
bermigrasi. Karena ini, dalam jangka waktu yang singkat, sekitar dua tahun,
mereka sudah menguasai hampir leuruh daerah Padang Lawas antara sungai Asahan
dan Rokan. Sebuah daerah padang rumput yang justru sangat baik untuk mengembangbiakkan
kuda-kuda mereka.
Sebagain dari kelompok marga ini, melalui Sipirok, menduduki
daerah Angkola dan di sini tradisi mengembala dan menunggang kuda hilang,
mereka kembali menjadi komunitas agraris. Sementara di Padang Lawas mereka menjadi
penguasa feodalistik dan mulai emmeprkenalkan perdagangan budak ke Tanah Batak
Selatan.
↓
900 M
Marga Nasution mulai tebentuk di Mandailing. Beberapa ratus
tahun sebelumnya, sejak tahun-tahun pertama masyarakat Batak di sini, disinyalir
saat itu zaman Nabi Sulaiman di Timur Tengah (Buku Ompu Parlindungan),
perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di beberapa tempat,
khusunya yang di tepi pantai.
Penduduk dataran tinggi, para pendatang di pelabuhan Natal
dan Muaralabu (dikenal dengan sebutan Singkuang atau Sing Kwang oleh ejaan
Cina), dan terutama elemen-elemen bangsa Pelaut Bugis dari Sulawesi, yang singgah
sebelum berlayar berdagang menuju Madagaskar, telah berasimilasi dengan penuh
toleransi dengan bangsa Batak.
Para pendatang tersebut dengan sukarela interaksi dan
menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat
setelah puluhan tahun di tengah laut. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba,
seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi
dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.
Sementara itu perebutan kekuasaan terjadi di Pusat
Pemerintahan Kerajaan batak, martua Raja Doli dari Siangjur Sagala Limbong
Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran
keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas;
Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang, Aritonang dan Siregar.
↓
1050 M
Karena minimnya peralatan medis, epidemik melanda daerah
Lottung kembali. Masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari
wilayah tersebut menuju daerah yang “sehat”. Akibatnya, kelompok Marga Siregar
terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukin di
Toba.
1293 – 1339 M
Penetrasi orang-orang Hindu yang berkolaborasi dengan Bangsa
Jawa mendirikan Kerajaan Silo, di Simalungun, dengan Raja Pertama Indra Warman
dengan pasukan yang berasal dari Singosari. Pusat Pemerintah Agama ini
berkedudukan di Dolok Sinumbah. Kerak direbut oleh orang-orang Batak dan di
atasnya menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan Simalungun dengan identitas yang
mulai terpisah dengan Batak. Kerajaan Silo ini terdiri dari dua level
masyarakat; Para Elit yang terdiri dari kaum Priayi Jawa dan Masyarakat yang
terdiri dari kelompok Marga Siregar Silo.
1331 – 1364
Di Nusantara, Kerajaan Majapahit timbul menjadi sebuah
Negara Superpower. Sebelumnya, Sebagain Eropa Barat dan Timur sampai ke Kazan
Rusia, Asia Tengah dan Afrika Utara dan tentunya Timur Tengah didominasi Kekuatan
Arab yang juga menguasasi Samudera India, Atlantik dan sebagain Samudera
Pasifik.. Kekuatan Persia-Mongol tampak di India, Pakistan,
Banglades dan sebagian China dan Indo-Cina serta beberapa kepulauan
Nusantara, mereka tidak kuat di laut. China menguasasi sebagian Samudera
Pasifik khususnya laut China Selatan. Sementara itu di pedalaman Eropa manusia
masih hidup dalam pengaruh Yunani dan Romawi yang Animis, mereka kemudian
menjadi perompak dan pembajak laut. Di daerah nusantara kaum Hokkian menguasasi
jaringan ‘garong’ perompak yang terkadang lebih kuat dari kerajaan-kerajaan
kecil melayu. Para pembajak laut Eropa sesekali diboncengi kaum Fundamentalis
Yahudi dan pendatang baru; kaum trinitas Gereja barat yang berseberangan dengan
Gereja timur yang unitarian dan menaruh dendam kesumat atas kejayaan Arab.
1339
Pasukan ampibi Kerajaan Majapahit melakukan penetrasi di
muara Sungai Asahan. Dimulailah upaya invasi terhadap Kerajaan Silo. Raja
Indrawarman tewas dalam penyerbuan tersebut. Kerajaan Silo berantakan, keturunan
raja bersembunyi di Haranggaol.
Pasukan Mojopahit di bawah komando Perdana Menteri Gajah
Mada, mengamuk dan menghancurkan beberapa kerajaan lain; Kerajaan Haru/Wampu
serta Kesahbandaran Tamiang (sekarang Aceh Tamiang) yang saat itu merupakan
wilayah kedulatan Samudra Pasai. Pasukan Samudra Pasai, di bawah komando
Panglima Mula Setia, turun ke lokasi dan berhasil menyergap tentara Majapahit
di rawa-rawa sungai Tamiang. Gajah Mada bersma pengawal pribadinya melarikan
diri ke Jawa meninggalkan tentaranya terkepung oleh pasukan musuh. Para
Keturunan Indrawarman kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama
Kerajaan Dolok Siolo dan Kerajaan Raya Kahean.
1339-1947.
Kerajaan Dolok Silo dan Raya Kahean berakulturasi menjadi kerajaan
Batak/Simalungun, namun tetap berciri khas Hindu/Jawa absolut. Konon kerajaan
ini mampu berdiri selama 600 tahun. Menjadi dinasti tertua di Kepulauan
Indonesia di abad 20. Sekitar 250 tahun lebih tua dari Dinasti Mataram di Pulau
Jawa.
Pada saat yang sama dua kerajaan lain muncul kepermukaan;
Kerajaan Siantar dan Tanah Jawa. Raja di Kerajaan Siantar merupakan keturunan
Indrawarman, sementara Pulau Jawa, dipimpin oleh Raja Marga Sinaga dari
Samosir. Penamaan tanah Jawa untuk mengenang Indrawarman.
1350
Kelompok Marga Siregar bermigrasi ke Sipirok di Tanah Batak
Selatan.
1416 – 1513
Pasukan Cina dibawah komando Laksamana Haji Sam Po Bo, Ceng
Ho, dalam armada kapal induk mendarat di Muara Labuh di muara Sungai Batang
Gadis. Salah satu misi mereka; mengejar para bandit Hokkian tercapai. Sebelum
berangkat, pasukan Cengho yang berjumlah ribuah itu mendirikan industri
pengolahan kayu dan sekaligus membuka pelabuhan Sing Kwang (Singkuang=Tanah
Baru).
1416-1513
Orang-orang Tionghoa yang beragama Islam mulai berdatangan
ke Sing Kwang dan berasimilasi dengan penduduk khususnya kelompok marga
Nasution. Para Tionghoa tersebut membeli Kayu Meranti dari pengusaha setempat
dan mengirimkannya ke Cina daratan untuk bahan baku tiang istana, kuil dan
tempat ibadah lainnya.
1450-1500
Islam menjadi agama resmi orang-orang Batak Toba, khsuusnya
dari kelompok marga Marpaung yang bermukim di aliran sungai Asahan. Demikian
juga halnya dengan Batak Simalungun yang bermukim di Kisaran, Tinjauan,
Perdagangan, Bandar, Tanjung Kasau, Bedagai, Bangun Purba dab Sungai Karang. Perubahan
terjadi di konstalasi politik dunia. Para bajak laut Eropa mulai mencari target
operasi baru di kepulauan Nusantara yang hilir mudik dilalui para
pedagang-pedagang Internasional; Arab, Afrika, India, Gujarat, Punjabi, Yunnan
dan tentunya kelompok bajak laut lokal; Hokkian.
1450-1818
Kelompok Marga Marpaung menjadi supplaier utama komoditas
garam ke Tanah Batak di pantai timur. ‘Splendidi Isolation’ Bangsa batak mulai
terkuak. Yang positif bisa masuk namun tidak yang negatif. Mesjid pribumi
pertama didirikan oleh penduduk setempat di pedalaman Tanah Batak; Porsea,
lebih kurang 400 tahun sebelum mesjid pertama berdiri di Mandailing. Menyusul
setelah itu didirikan juga mesjid di sepanjang sungai Asahan antara Porsea dan
Tanjung Balai. Setiap beberap kilometer sebagai tempat persinggahan bagi
musafir-musafir Batak yang ingin menunaikan sholat.
Mesjid-mesjid itu berkembang, selain sebagai termpat ibadah, juga menjadi
tempat transaksi komoditas perdagangan. Siapapun berhak membeli, tidak ada diskriminasi
agama. Toleransi antara Islam dan Agama S.M.Raja berlangsung begitu erat dan
hangat.
1508
Kerajaan Haru/Wampu yang berpopulasi orang-orang Batak Karo
diinvasi oleh Kesultanan Aceh. Dalam perkembangan politik berikutnya para
keturunan Raja Haru/Wampu mendirikan kerajaan baru yang menjadi cikal bakal
Kesultanan Langkat.
1508-1523
Kesultanan Haru/Delitua tetap eksis di daerah pengairan
sungai Deli namun kedulatannya berada dalam otoritas Kesultanan Aceh.
Penduduknya merupakan Batak Karo yang sudah memeluk agama Islam. Setelah melemahnya
dominasi Kesultanan Aceh, Kesultanan ini bertransformasi menjadi Kesultanan
Deli.
Kelompok bajak laut Eropa setelah beberapa lama dikucilkan
karena perangai ‘garongnya’ mulai memperkenalkan diri kepada kerajaan-kerajaan
nusantara sebagai ‘pedagang damai’. Taktik ini diambil agar mereka dapat
melakukan penetrasi ke wilayah kerajaan untuk pemetaan dan penentuan
titik-titik serangan untuk ‘devide et impera’.
1510
Dinasti Sori Mangaraja, yang berpusat di Sianjur Limbong
Mulana, dikudeta oleh Kelompok Marga Manullang. Kejayaan dinasti ini, setelah
90 generasi berturut-turut memerintah, lenyap. Dinasti ini sendiri terdiri dari
Kelompok Marga Sagala dari kubu Tatea Bulan.
1516-1816
Di Daerah Batak Selatan, dengan populasi Tatea Bulan,
Dinasti Sori Mangaraja meneruskan pengaruhnya di Si Pirok. Secara de jure
diakui oleh masyarakat Marga Siregar, Harahap dan Lubis. Secara mayoritas
masyarakat marga Nasution juga memberikan pengakuan sehingga Dinasti
Sisingamagaraja yang memerintah tanah Batak seterusnya, berpusat di Bakkara,
tidak mendapat pengakuan yang menyeluruh.
1513
Kesultanan Aceh merebut pelabuhan-pelaburan pantai barat
Pulau Andalas, untuk dijadikan jalur baru perdagangan internasional ke Maluku
via selat Sunda. Bajak laut Portugis menutup dan melakukan aksi bajing loncat
di Selat Malaka. Portugis mulai membawa kebencian agama ke Nusantara;
diskriminasi agama diterapkan dengan melarang pedagang Islam melalui Malaka.
Cina Islam, Arab dan penduduk nusantara menjadi korban pelecehan gaya Eropa.
Pengaruh internasionalisasi pelabuhan di Andalas, penduduk
lokal Batak di lokasi tersebut; Singkil, Pansur, Barus, Sorkam, Teluk Sibolga,
Sing Kwang dan Natal memeluk Islam setelah sebelumnya beberapa elemen sudah
menganutnya. Kelompok Marga Tanjung di Pansur, marga Pohan di barus, Batu Bara
di Sorkam kiri, Pasaribu di Sorkam Kanan, Hutagalung di Teluk Sibolga, Daulay
di Sing Kwang merupakan komunitas Islam pertama yang menjalankan Islam dengan
kaffah.
1513-1818
Komunitas Hutagalung dengan karavan-karavan kuda menjadi
komunitas pedagang penting yang menghubungkan Silindung, Humbang Hasundutan dan
Pahae. Marga Hutagalung di Silindung mendirikan mesjid lokal kedua di Silindung.
Di Jerman, Kaum Protestan melepaskan diri dari hegemoni Gereja Katolik Roma.
↓
1523
Orang-orang Eropa tidak sabar untuk menjarah Nusantara.
Kesultanan Karo Muslim di Haru/Delitua dimusnahkan oleh kaum Portugis. Ratu
Putri Hijau, yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan raja-raja Aceh, tewas.
Sambil berzikir sang ratu diikat di mulut meriam lalu diledakkan. Kebrutalan
perang diperkenalkan oleh bangsa Eropa.
1550-1884
Dinasti Sisingamagaraja (SM Raja) tampil sebagai otoritas
tertinggi di Tanah Batak, menggantikan Dinasti Sori Mangaraja.
1581
Marga Rangkuti terbentuk. Terdiri dari orang-orang
Jawa/Minang yang mengambil suaka politik di Mandailing akibat perubahan politik
di Kerajaan Pagarruyung di Minagkabau.
1593-1601
Intelektual lokal mulai tampil ke permukaan. Abdulrauf
Fansuri terkenal sebagai ulama dan intelektual di dalam ilmu fiqih, politik dan
ilmu sosial lainnya. Beberapa teorinya antara lain; Penghapusan perbedaan
antara Kepala Negara dan Agama. Raja merupakan otoritas kerajaan dan juga
agama. Dia mensyaratkan bahwa Raja yang akan memangku jabatan ini bukan turun
temurun melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Kedaulatan
ada di tangan rakyat. Teori ini kemudian diterima oleh Kesultanan Aceh dan
jawa.
Aceh, dalam ekspansinya, menguasai Fansur dan menghancurkan
kejayaan pelabuhan ini. Duaratus tahun setelah itu Dinasti Sori Mangaraja
membangunnya kembali dan memberikan nama baru; Pelabuhan ‘Gosong’. Eropa mulai
bangkit melewati masa kegelapan. Ibarat bangsa kelaparan mereka berhamburan ke
penjuru dunia untuk membangun negara-negaranya. Bangsa Inggris mulai membuat
pertapakan pertama di Pelabuhan Tapian Na Uli di tepi teluk Sibolga. Titik ini
sangat mendukung untuk pemenuhan logistik mereka untuk menjarah bagian-bagian
lain di Nusantara. Ambisi jahat yang tidak bisa ditebak oleh penduduk lokal.
Budaya perbudakan mendapat eksploitasi yang parah oleh
hadirnya pihak Eropa. Keramahan bangsa Batak di Batang Toru, Puli, Situmandi
serta Sigeaon dimanipulasi, mereka kemudian diperdagangkan sebagai Budak. Beberapa
wilayah di Nusantara mulai ditundukkan dengan tipu muslihat Eropa. Perang antar
kerajaan menjadi sangat intens; akibat Devide Et Impera. Belanda mulai
memetakan target operasi mereka di tanah Batak setelah menguasai Jawa dan
beberapa kerajaan kecil di Nusantara.
1790
Haji Hassan Nasution dengan Gelar Qadhi Malikul Adil menjadi
orang Batak pertama yang naik haji di Mekkah.
1812
Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, menjadi orang pertama
dari lingkungan kerajaan Dinasti Sisingamangaraja yang menunaikan ibadah haji
ke Mekkah. Informasi ini didapat dari sebuah catatan keluarga, bertuliskan
Arab, komunitas Marga Sinambela keturunan Sisingamangaraja di Singkil. (Tuanku
Rao; Ompu Parlindungan)
1816
Elemen mata-mata Belanda mulai menyusup ke Tanah batak
dengan misi; memetakan daerah serta kekuatan dan menentukan titik-titik
penembakan artileri di pusat-pusat kekuasaan tanah Batak. Jenderal Muhammad
Fakih Amiruddin Sinambela, Gelar Tuanku Rao, panglima Paderi, meluaskan pengaruhnya
di Tanah Batak Selatan.
1816-1833
Islam berkembang pesat di Mandailing dengan pembangunan
universitas, pusat-pusat perdagangan dan kebudayaan Islam.
1818
Panglima Fakih Sinambela berseteru dengan pamannya
Sisingamangaraja X, Raja Dinasti Sisingamangaraja di daerah Batak Utara. Elemen
Eropa berhasil memetakan kekuatan Dinasti Sisingamaragaja. Salah satunya;
Modigliani berhasil mencari info mengenai privasi Guru Somalaing, salah satu
intelektual agama Parmalim, agama Batak saat itu.
Orang-orang Batak yang miskin dan putus asa dengan penyakit
kolera dimanipulasi Belanda sebagai kekuatan anti-otoritas SM Raja. Beberapa
kerajaan-kerajaan huta dihadiahi dengan pengakuan sehingga mejadi raja-raja boneka
yang membangkang. Kredibilitas kedaulatan Sisingamangaraja di akar rumput
menipis, dikempesi orang-orang Eropa. Untuk kesekian kalianya epidemik penyakit
menular menjangkiti penduduk. Elemen Eropa dan Belanda di
pantai timur Sumatera memanfaatkan situasi.
1818-1820
Perseteruan Sisingamagaraja X dan Fakih Sinambela memuncak.
Pasukan Fakih Sinambela dengan komando Jatengger Siregar berhadapan dengan
pasukan Sisingamangaraja X di Bakkara setelah buntu dalam perundingan.
Markas Pusat di Siborong-borong dengan komando Panglima
Fakih Sinambela memerintahkan pasukannya di Bakkara untuk menguburkan pamannya
S.M Raja X di pemakaman kerajaan dengan pasukan kehormatan dan melindungi
keturunannya. Fakih Sinambela menolak tawaran pamannya menjadi Sultan di Tanah
batak. Mereka mundur ke Selatan. Yang Mulia Sisingamangaraja XI naik tahta.
1820
Pembantu Fakih Sinambela, Tuanku Mansur Marpaung mendirikan
Kesultanan Asahan di pantai timur
Sumatera.
1821
Belanda yang tahu bahwa daerah pesisir Sumatera Barat
seperti Pariaman, Tiku, Air Bangis adalah daerah strategis yang telah dikuasai
kaum Padri, maka Belanda telah membagi pasukan untuk merebut daerah-daerah tersebut.
Dalam menghadapi serangan Belanda ini, maka terpaksa kaum Padri yang berada di
Tapanuli Selatan di bawah pimpinan Fakih Sinambela(Tuanku Rao) dan Tuanku
Tambusi dikirim untuk menghadapinya. Pertempuran sengit terjadi dan pada tahun
1821 Fakih Sinambela gugur sebagai syuhada di Air Bangis. Perlawanan pasukan
Padri melawan pasu kan Belanda diteruskan dengan pimpinan Tuanku Tambusi.
1823
Thomas Raffles, Jenderal Inggris, tertarik untuk mengadu
domba kerajaan-kerajaan di Sumatera. Idenya; Aceh yang Islam dan Minagkabau
dipisah dengan Komunitas Batak Kristen. Tanah Batak harus, menurut istilah Ompu
Parlindungan, “dikristenkan”; diterima atau tidak. Kebijakan ini ditiru oleh
Raffles dari Lord Moira, Gubernur Jenderal Inggris di Kalkutta yang berhasil melemahkan
Kerajaan “Dehli” Islam di India; Burma yang Budda serta Thailand yang Buddha
harus dipisah dengan bangsa Karen yang Kristen.
Untuk itu, pihak Inggris mengirimkan tim-tim pendeta
kerajaan ke lokasi tersebut. Di Tapanuli saja ada diutus beberapa orang, sbb; Pendeta
Burton yang bertugas menguasasi bahasa Batak dan menerjemahkan Bibel ke Bahasa
Batak, bertindak sebagai pemimpin misi. Pendeta Ward, seorang dokter yang meneliti
pengaruh penuakit menular, epidemik yang menjangkiti penduduk Batak. Pendeta
Evans, bertugas mendirikan sekolah-sekolah pro-Eropa.
Ketiganya merupakan tim ekspedisi dalam infiltrasi pasukan
Inggris di Tanah batak yang akan berprofesi sebagai pendeta agar tidak terlalu
mendapat penolakan di sebagian besar mayarakat Batak yang telah menganut agama
Parmalim, agama S.M. Raja, di pusat-pusat kerajaan Batak.
1823-1824
Pertahanan benteng SM Raja di Humbang, yang ‘splendid
isolation’ dan tertutup untuk pihak-pihak tidak resmi, sangat kuat dan tidak
dapat disusupi, pelabuhan Barus bebas dari penyusup.. Tim tersebut hanya
berhasil masuk melalui pantai Sibolga dan daerah Angkola yang mayoritas
penduduknya muslim dan terbuka. Burton dan Ward berhasil memasuki Tanah Batak,
melalui pelabuhan Sibolga tempat beberapa komunitas Inggris menetap berdagang,
menyisir hutan belantara dan mencapai Lembah Silindung. Misi berhasil. Namun
ketika akan menyusup ke Toba, pusat kehidupan sosial masyarakat batak, Ward
memberikan instruksi untuk mundur. Epidemik Kolera masih mengganas di Toba dan
Humbang. Burton dan Ward mundur ke Sibolga. Dari sini ‘character assasination’
terhadap panglima-panglima Padri dilancarkan. Perseteruan antar penjajah untuk
menguasai Tanah Batak muncul. Belanda menggantikan posisi Inggris di Tapanuli,
sesuai ‘Traktat London’. Pendeta-pendeta Inggris diusir. Mereka yang sudah
berhasil memasuki wilayah privasi para Panglima tersebut dituduh bersekongkol
dengan Padri.
1830-1867
S.M Raja XI, setelah naik tahta mulai menata kehidupan
rakyatnya. Di beberapa wilayah dilakukan pembangunan. Hubungan diplomasi luar
negeri dengan Kesultanan Aceh dijalin kembali. Sang Raja mulai
menyadari kehadiran elemen-elemn penyusup yang bermaksud
untuk menguasai dan dan meniadakan Kedaulatan Bangsa Batak. Belanda yang
meneruskan kebijakan Raffles tidak bisa menerima; Bangsa Batak malah melakukan
kerjasama militer dengan Aceh.
Perkembangan pembangunan di bidang sosial dan pendidikan
meningkat. Kerajaan mulai mengerjakan penulisan sejarah Batak dalam ‘Arsip
Bakkar’ setebal 23 jilid. Total Satu setengah meter tebalnya. Sebagain besar
mengenai undang-undang, tradisi dan kehidupan kerajaan. Sebuah usaha yang
memberikan dampat baik terhadap kredibilitas otoritas raja dan kehidupan masyarakat
namun sudah terlanjur terlambat. Elemen-elemen rakyat yang putus asa dengan
epidemik kolera sudah banyak yang pro-Belanda.
1833
Tentara Belanda mulai mendaratkan pasukan ekspedisi dibawah
Komando Mayor Eiler, di daerah Natal dan mengangkat rajanya menjadi raja boneka
dengan gelar; Regent van Mandailing. Elemen-elemen padri Minang dibasmi.
1833-1834
Pasukan Kolonel Elout menguasai Angkola dan Sipirok. Sipirok
menjadi batu loncatan untuk menggempur Toba. Peta-peta sasaran tembak sudah
dikumpulkan sebelumnya oleh tim penyusup dan orang-oramg Eropa yang bergerak
bebas di Tanah Batak Kolonel Elout memerintahkan pendeta-pendeta tentara
Belanda, yang menjadi bawahannya di pasukan tersebut, antara lain; Pendeta
Verhoeven untuk mempersiapkan diri untuk meng-kristenkan penduduk asli Tanah
Batak Utara. Verhoeven diwajibkan untuk bergaul dengan penduduk asli dan
belajar Bahasa Batak.
Eliot melalui kakaknya, saudara perempuannya, di Boston, AS,
meminta tambahan tim misi dari American Baptist Mission (ABM). Permintaan ini
mendapat dukungan dana oleh Clipper Millionairs yang berpusat di Boston dengan
kompensasi mereka dapat menguasai kegiatan ekspor dan impor di Tanah Batak yang
sangat potensial saat itu.
Seperempat abad kemudian, Hamburg Millionairs mendanai
pendeta-pendeta dari Barmen untuk mengkristenkan Tanah Batak, hasilnya sejak
tahun 1880-1940, di belakangan “Reinische Missions Gesselschaft”, seluruh arus
perdagangan ekspor dan impor di Tanah batak dimonopoli oleh “Hennemann Aktions
Gessellschaft”. Diperkirakan, paska PD II total pengusaha-pengusaha nasionalpun
tidak sanggup mendekati 10 persen dari volume perdagangan “Hennemen & Co,”
dulu di Tanah Batak. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan)
1833-1930
Masyarakat Mandailing menderita dengan pendudukan Belanda
setelah beberapa usaha mempertahankan diri, gagal. Eksodus ke Malaysia dimulai.
Komunitas-komunitas diaspora batak di luar negeri terbentuk. Di Malaysia,
Mekkah, Jeddah dan lain sebagainya.
1834
ABM mengirimkan tiga orang pendeta ke Tanah Batak. Yakni;
Pendeta Lyman, Munson, Ellys. Kolonel Elout menempatkan Ellys di Mandailing
untuk mengkristenkan masyarakat muslim di sana. Lyman dan Munson melanjutkan
jejak Burton dan Ward.
Lyman dan Munson memasuki toba dengan seorang penerjemah,
Jamal Pasaribu. Di sana mereka disambut baik. Namun setelah insiden penembakan
mati seorang wanita tua oleh Lyman, raja setempat, Raja Panggulamau menolak
kehadiran mereka. Penembakan wanita tua, yang kebetulan, namboru sang raja
tidak dapat diterima oleh raja. Lyman dan Munson mendapat hukuman mati oleh
pengadilan lokal.
↓
1834-1838
Pemerintahan Militer Belanda di Tanah Batak Selatan
didirikan secara permanen. Komplek markas Besar Belanda didirikan berikut taman
perumahan para pemimpin militer.
1838-1884
Kekuatan militer Belanda bertambah kuat. Sumatera Barat
dapat dikuasai. Mandailing, Angkola dan Sipirok menjadi “Direct Bestuurd
Gebied”, Raja Gadumbang tidak jadi dijadikan Sultan oleh Pemerintah Penjajahan Belanda,
akan tetapi dibohongi dan hanya diberikan gelar “Regent Voor Her Leven”. Pemimpin-pemimpin
masyarakat Batak Islam yang tidak mau tunduk dengan Belanda di berbagai daerah,
dibasmi. Silindung masuk ke dalam “Residente Air Bangis tahun 1973 dan Toba,
yang belum takluk, dimasukkan pada tahun 1881. Kerajaan-kerajaan lain yang
berhubungan dengan Kerajaan Toba tidak dapat
berbuat banyak untuk membantu. Hegemoni Eropa tidak dapat
terbendung. Manusia di nusantara hanya menunggu waktu untuk menjadi mangsa
Eropa. Kerajaan Batak terisolir dan melemah. Rakyat sudah banyak yang pro
Belanda.
1843-1845
Perbatasan Tanah Batak yang aman hanya pelabuhan Singkil dan
Barus serta perbatasan darat dengan Aceh. Sisingamangaraja XI mengikuti
Pendidikan Militer di Indrapuri, Kesultanan Aceh.
1845-1847
Aceh mengirimkan satu balayon tentara di bawah komando Teuku
Nangsa Sati ke Toba. Bersama Yang Mulia Sisingamangaraja XI, Teuku menyiapkan
perencanaan strategi gerilya. Pasukan komando gerilya dibentuk. Pertahanan
dengan menggelar pasukan sudah tidak memungkinkan. Siasat ini pada tahun
1873-1907 sangat membingungkan pihak imperialis Belanda.
1848
Putra Mahkota, Pangeran Parobatu, satau-satunya anak
laki-laki Sisingamangaraja XI lahir.
1857-1861
Zending Calvinist Belanda dari “Gereja Petani
Ermeloo/Holland” (GPE) dengan gencar melakukan misi di Tanah Batak Selatan.
Mereka antara lain; Pendeta Van Asselt di Parausorat, Sipirok, pendeta
Dammerboer di Hutarimbaru, Angkola, Pendeta Van Danen di Pangarutan, Angkola
dan Pendeta Betz di Bungabondar, Sipirok. Misi; gagal. Masyarakat Muslim Batak
yang sudah tidak berdaya dalam penguasaan Belanda menolak untuk dikristenkan.
Belanda, tidak habis akal, mempercayakan misi pengkristenan Batak Selatan dan
Utara kepada pendeta-pendeta Jerman, “Reinische Missions Gesselschaft” (RMG),
yang menganggunr di Batavia, sejak diusir keluar dari Kalimantan Selatan oelh
Pangeran Hidayat.
Belanda menghubungkan pendeta Fabri, pemimpin RMG di Jerman
dengan pendeta Witteveen, pemimpin dari GPE. GPE mengalah, mundur dari Tanah
Batak Selatan, karena kahabisan dana. Dengan banjir dana dari perusahaan
Hennemann & Co, RMG memulai upaya misi kembali agar secepatnya Belanda
dapat menguasai Tanah Batak dan menghancurkan Aceh di ujung sana.
1861
Pada tanggal 7 Oktober 1861, di dalam rumah pendeta van
Asselt diadakan rapat bersama oleh pendeta-pendeta Belanda yang sudah aktif di
tanah Batak bersamam pendeta-pendeta Jerman yang baru datang. Rapat ditutup oleh
pendeta Klammer hasilnya; Pimpinan pengkristenan tanah Batak sudah berpindah
dari tangan Pendeta Belanda ke tangan Pendeta Jerman. Pendeta Belanda
Dammerboer serta van Dalen tidak menyukai posisinya menjadi bawahan seorang
“Moffen”, Jerman. Mereka berhenti menjadi pendeta.
1861-1907
Belanda tidak sabar untuk menguasai lahan-lahan pertanian
Tanah Batak yang masih dimiliki Sisingamagaraja XI. Untuk menyerangnya secara
frontal Belanda belum mampu karena dipihak lain dan di dalam negeri mereka banyak
menghabiskan tenaga unutuk menumpas pemberontakan-pemberontakan, sementara itu,
kerajaankerajaan pribumi tidak menyadari keunggulan mereka.
Belanda kemudian menerapkan Devide et Impera dari pantai
timur dengan kebijakan Zelbestuur, artinya swapraja. Tanah Batak dipecah
menjadi:
1. Keresidenan Tapanuli. Direct Bestuur Gebied, sebuah
daerah Pamong Praja.
2. Sumatera Timur, Zelbestuurs Gebied, Swapraja.
3. Daerah Batak, Singkil, gayo, dan Alas atas permintaan
komandan tentara Belanda di Kotapraja, dimasukkan ke dalam Aceh.
Daerah Batak yang menjadi Swapraja yang bercampur dengan
puak Melayu dipecah sebagai berikut:
1. Kesultanan Langkat, di atas kerajaan Karo, Aru/Wampu di
tanah Karo, Dusun
2. Kesultanan Deli, bekas Kesultanan Haru/Delitua.
3. Kesultanan Serdang, di bekas Kerajaan Dolok Silo,
Simalungun sampai ke Lubuk Pakam.
4. Distrik Bedagai, dilepas dari Kerajaan Kahean, Simalungun.
Di bawah pimpinan otoritas bergelar Tengku.
5. Kesultanan Asahan yang didirikan oleh Tuanku Mansur
Marpaung diberi pengakuan secara hukum.
6. Kerajaan Kota Pinang, dengan mayoritas penduduk Batak
Muslim didirikan dengan kepemimpinan
Alamsyah Dasopang dengan gelar Tuanku Kota Pinang.
7. Kerajaan-kerajaan kecil dan tak mempunyai kekuatan
diciptakan, misalnya kerajaan Merbau, Panai, Bila dan lain sebagainya dengan
tujuan untuk memecah-mecah kekuatan masyarakat Batak dalam kotak-kotak agama, wilayah
dan kepentingan ekonomi.
8. Kerajaan Dolok Silo dan Kahaen dipecah tiga.
9. Di Tanah Karo daerah pegunungan diciptakan Kerajaan
Sibayak.
Pihak Gayo yang dimasukkan ke Aceh dan orang-orang Batak
Karo serta Simalungun tidak dapat lagi membela perjuangan Dinasti
Sisingamangaraja karena mereka menganggap dirinya masing-masing sudah berbeda kewarganegaraan.
Pihak Belanda menguasai setiap check point, untuk mengisolir rakyat setiap
kerajaan dan membatasi pelintas batas. Kekuatan ekonomi, praktis, dikuasi
Belanda. Kekuatan Tanah Batak mencapai titik paling lemah.
1863
Pendeta Nomensen dari Sipirok memasuki Silindung.
Pengkristenan Tanah Batak Utara dimulai dan dikerjakan dengan sangat
sistematis. Target ke selatan Batak, daerah Batak Muslim, dikurangi. Dengan beking
seorang raja, pontas Lumban Tobing, yang sudah pro Belanda, sebuah gereja
pertama didirikan di Hutadaman, Silindung. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan)
1864-1866
Pangeran Parobatu, selama dua tahun, mengikuti Pendidikan
Militer di XXV/Mukim, di Kesultanan Aceh. Setelah wisuda, pangeran juga
membahwa oleh-oleh; Bantuan Pasukan Penempur dari Aceh, ke Bakkara.
1867
Penyakit Kolera menjangkiti lagi. Para tenaga medis Kerajaan
gagal membendung epidemik ini. Yang Mulia Sisingamangaraja XI wafat karena
kolera. Pangeran Parobatu naik tahta menjadi Sisingamangaraja XII dengan gelar
Patuan Bosar. Akibat epidemik ini, intensitas misi pengkristenan bertambah
tinggi. Rakyat yang frustasi berduyun-duyun mendatangi Christian Community di
Hutadame.
1867-1884
Sisingamangaraja XII selama 17 tahun memerintah di Bakkara.
Menurut penulis sejarah pro Belanda, Sisingamangaraja memerintah dengan tangan
besi, untuk mempertahankan Singgasana Batak Pagan Priest Kings yang
sudah memerintah selama 12 generasi paska Dinasti Sori Mangaraja. Informasi ini
tentunya untuk pengalihan perhatian orang-orang Batak di masa mendatang yang
akan merasa kehilangan penguasa Batak yang mereka cintai.
Selanjutnya, para penulis itu menuduh Sisingamangaraja XII
secara totaliter menentang Pemerintah Belanda, serta menentang infiltrasi dari
Agama Kristen yang dibawa oleh pendeta-pendeta Jerman. Mereka menambahkan bahwa
karena itulah orang-orang Batak yang sudah Kristen (dan lebih2 lagi yang sudah
Islam) tentulah tidak mau mengakui seorang Batak Pagan Priest King.
Belanda, dengan dendam kesumat atas kewibawaan
Sisingamangaraja XII, sengaja menanam bibit perpecahan dan pertikaian di
masyarakat untuk dipanen oleh generasi Batak di masa mendatang. Paska
Kemerdekaaan Indonesia, bibit itu melapuk dan tidak membuahkan hasil. Orang
Batak hidup damai dalam toleransi beragama. Raja Huta, Pontas Lumbantobing di
Saitnihuta, Silindung, menjadi antipode dari Sisingamangaraja XII, maharaja di
wilayah huta-huta Batak. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan).
Di tanah Batak Utara didirikan sekolah-sekolah dengan jumlah
besar; Sekolah Dzending. Namun, demi misi imperialis, diskriminasi diterapkan.
Anak-anak dari Sintua, tetua Gereja, mendapat prioritas masuk sekolah Zending.
Untuk menjadi Sintua, seseorang harus membuktikan diri patuh terhadap Kristen.
Orang-oranng tanah Batak Utara belomba-lomba menjadi Sintua. (Tuanku Rao; Ompu
Parlindungan). Posisi Sisingamangaraja XII kehilangan legitimasi dan dukungan
dari rakyatnya yang sudah Kristen karena sudah berlomba-lomba menjadi Sintua
(idem).
Penduduk Dairi, Pakpak dan Simsim masih menjadi pengikut
setia Sisingamangaraja XII. Dalam pertempuran dengan Belanda, Ibukota kerajaan
yang sudah ditandai oleh tim penyusup sebelumnya menjadi sasaran empuk pasukan
Belanda. Serangan-serangan artileri memaksa Sisingamangaraja XII, dengan
pengawalan khusus dari rakyatnya orang-orang Gayo yang menjadi pasukan komando
dari Aceh, pasukan yang diberikan Kesultanan Aceh, mengungsi di Dairi dan
melancarkan serangan dari hutan belantara sana. (1884-1907). Sementara itu panglima-panglimanya
yang masih setia, melakukan upaya defensif untuk menahan laju tentara Belanda.
1869
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pendeta Ellys di
Mandailing menemukan beberapa hambatan-hambatan, serta penyebabnya, dalam misi
pengkristenan. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan) Aliran Baptist, merupakan
kelompok yang sangat sedikit di dunia. Baptist melepaskan diri dari Gereja Roma
Katolik, lebih dahulu daripada Protestan dengan Martin Luther-nya pada tahun
1517. Baptis mengkristenkan orang-orang dewasa dengan cara menyemplungkan diri,
seluruh badan, di dalam sungai. Seperti halnya oleh Johannes Pembaptis sebelum
Jesus. Amerina Baptist Misson dan British Baptish Mission tidak mau lagi
mendanai Pendeta di Mandailing yang berpenduduk Muslim dan taat beragama. Menurut
Parlindungan, Dinasti Romanov, di Rusia beragama. Kristen Ortodoks Katolik.
Akan tetapi di Ukraina terdapat sedikit aliran Baptist keturunan Belanda yang
disebut; Mennoniets, karena mereka adalah keturunan dari Menno Simons. Baptist,
Doopsgezinden, di Negeri Belanda habis dibasmi oleh Protestan, di dalam periode
1568-1648.
Orang-orang Baptist Belanda melarikan diri ke Ukarina. Di
sana, mereka dilindungi oleh Dinasti Romanov, karena kepandaian mereka di
bidang pertanian dan peternakan. Dinasti Romanov saat itu sedang asyik menanam
pengaruh di Seluruh Asia, mulai dari Selat Dardanella, sampai ke Vladiwostok.
Romanov kemudian mengatur kepergian Pendeta-pendeta Mennoniet dari Ukraina ke Mandailing
1869-1918.
Gereja yang di Mandailing didirikan pada tahun 1838 dirombak
dan diganti dengan Gereja model Basilyk Rusia, lengkap dengan atas yang
berbentuk bawang , 1869. Misi pendeta Mennoniet inipun berakhir karena jatuhnya
Tsar Rusia yang dibantai oleh kaum Komunis. Pendeta Iwan Tissanov, pendeta yang
teakhir dari aliran ini kemudian pindah ke Bandung.
Keturunan pasukan Padri bermarga Lubis, Kalirancak Lubis dan
Jamandatar Lubis, yang pernah merebut Toba dan menguasai Ibukota Bakkara, di
bawah pimpinan Panglima Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, kemenakan S. M.
Raja X, menjadi Kristen Protestan Luteran di HKBP (Huria Kristen Batak
Protestan). Salah satunya adalah Martinus Lubis pahlawan Medan 1947.
1870
Peta politik populasi Tanah Batak:
Di Tanah Batak Selatan; 90% Beragama Islam, 10% lagi terdiri
dari Muslim Syiah, Kristen Protestan dan Baptist.
Di Tanah Batak Utara; 90% Beragama Monoteis Adat Sisingamangaraja
(Parmalim atau Sipelebegu) dengan Sisingamangaraja sebagai Raja dan Pemimpin
Agama dan Debata Mula Jadi Nabolon (Tuhan, Maha Pencipta serta Maha Agung)
sebagai Tuhan. Sementara 10 persen lagi; Muslim dan Protestan di Silindung.
1873
Sebuah mesjid di Tarutung, Silindung, dirombak oleh Belanda.
Haji-haji dan orang-orang Islam, kebanyakan, dari marga Hutagalung, diusir dari
tanah leluhur dan pusaka mereka di Lembah Silindung. Belanda melakukan pembersihan
etnis, terhadap muslim Batak. Kesabaran Sisingamagaraja XII sudah menipis,
tindakan ofensif ditingkatkan. Pertempuran Tangga Batu II meletus.
Sisingamangaraja XII terluka, kena tembak dan berdarah. Belanda mengumunkannya
ke seluruh penjuru. Tujuannya, agar hormat dan kepercayaan orang-orang Batak
terhadap raja mereka, SM Raja XII, goyang. Di periode yang sama, dengan bala
tentara yang lebih banyak, kebanyakan terdiri dari pasukan paksaan dari daerah-daerah
jajahan lainnya; Halmahera, Madura dan Jawa, Belanda melumpuhkan kekuatan
tempur SM Raja. Sisa-sia kekuatan hanya untuk defensif. Dari dataran tinggi
Humbang (sekarang di Kab. Humbang Hasundutan) Bakkara dibombardir dengan
senjata Artileri Berat, namun Belanda masih takut untuk melakukan serangan
infanteri.
1881 M
Toba resmi diduduki Belanda. Di Balige ditempatkan
Controleur B.B. Di Laguboti ditempatkan Detasement Tentara Belanda. Pendeta
Pilgram di Balige dan Pendeta Bonn di Muara mulai mengkristenkan penduduk yang sudah
menyerah dan tak berdaya. Sementara itu, tentara Belanda diperkuat dan Laguboti
menjadi Garnizon Tetap. Pasukan SM Raja mulai kehilangan pasokan senjata dan
amunisi dari dua pabrik senjata di kedua tempat tersebut, yang dibagun atas
alih teknologi dari Kesultanan Aceh.
1882-1884
Sisingangaraja XII di ibukota Bakkara meningkatkan
kewaspadaan mereka dalam sebuah upaya ofensif dan melakukan usaha mendeportasi
elemen-elemen Belanda, yang menyusup jauh dan membeberkan kelemahan kerajaan,
dan Pendeta-pendeta Jerman keluar dari wilayah kedaulatan Tanah Batak.
Yang Mulia, Patuan Bosar, menjanjikan uang sebanyak 300
ringgit burung untuk setiap orang yang memancung seorang pendeta Jerman dengan
membawa bukti berupa kepala yang dipancung (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan).
Terutama Pendeta Bonn di Muara, yang lalu lalang dan mengintai di daerah antara
Bakkara dan Balige yang sudah terlalu dekat dengan pusat kekuasaan Patuan
Bosar.
1883
Destor Nasution, putera dari Jarumahot Nasution alias Hussni
bin Tuanku Lelo, menjadi pendeta. Tuanku Lelo merupakan salah satu panglima
tentara Islam Padri yang merebut Bakkara di era S. M. Raja X.
Destor merupakan orang Batak pertama yang ditahbiskan
menjadi pendeta dari Marga Nasution. Ayah Tuanku Lelo merupakan Qadhi Malikul
Adil, Menteri Kehakiman di pemerintahan Padri, dan orang Batak pertama yang naik
haji ke Mekkah, 1790. Pasukan Sisingamangaraja XII dengan sisa-sisa kekuatannya
melancarkan serangan frontal ke Muara.
Tujuannya. Merebut kembali tanah Toba, dan mengusir Belanda
di Laguboti. Pendeta Bonn dan Istrinya berhasil melarikan diri.
Belanda membalas, Bakkara dikepung dengan bombardir artileri
dan serang infanteri. Ibu kota Bakkara, hancur lebur. S. M Raja hijrah ke Tamba
dan mengatur serangan dari sana. Pasukan khusus dari Aceh masih setia
melindungi ‘Sri Maharaja’ Patuan Bosar. Dukungan rakyat muncul kembali tatkala
mendengar patriotisme Putri Lopian Boru Sinambela yang sejak usia 11 tahun
selalu mendampingi ayahnya, S. M. Raja XII, Pahlawan Nasional Indonesia. Secara
khusus sang putri selalu melakukan ritual untuk memintakan pertolongan dari
Debata Mulajadi Na Bolon. Melihat opini rakyat yang mulai menentang, Belanda
tidak terima. Karisma sang Putri di bendung dengan tangan besi. Pembicaraan
mengenai S. M Raja dan putrinya akan mendapat hukuman penjara. Akibatnya lambat
laun rakyat lupa kembali, apakah rajanya masih berjuang atau tidak. Rakyat
terintimidasi untuk berbicara mengenai rajanya. Perang Ideologi.
1884-1905
Padangsidempuan menjadi ibukota keresidenan Air Bangis.
1884-1907
Sisingamangaraja XII, Pahlawan Nasional Indonesia dengan
heroik meneruskan perang melawan penjajah dari Dairi. Tanpa sedikitpun bantuan
dari orang-orang Toba di Silindung yang menyibukkan diri untuk menjadi Sintua
agar anaknya diterima sekolah di Zending.
1905
Ibukota Keresidenan Tapanuli dipindahkan ke Sibolga.
1907
Pasukan Sisingamangaraja XII bersama panglima dan pengawal
pribadinya dari Aceh terkepung di hutan belantara Dairi. Pertempuran
berlangsung sangat sengit. Dalam upaya menolong putrinya yang terluka, Sisingamangaraja
XII, gelar Patuan Bosar, Ompu Raja Pulo Batu, tewas diberondong Belanda.
Jenazahnya dicincang dan dibuang begitu saja di hutan agar tidak dilihat oleh
warga Batak yang pasti akan menimbulkan kemarahan besar. Menurut sumber lain,
Jenazahnya dikuburkan di Balige atau Parlilitan. Masih perlu didebatkan.
Keturunan S.M. Raja yang masih hidup ditawan dan dijauhkan dari masyarakat
untuk tidak
memancing pertalian emosi dengan warga Batak. Mereka di
tawan dan dibuang ke sebuah Biara terpencil. Di
sana mereka mati satu per satu. Menurut cerita lain, sebelum
mati mereka sudah dipabtis.
1912
Perkembangan Islam, yang tidak diperbolehkan Belanda untuk
mengecap pendidikan, walau paska kebijakan balas budi, kemudian bangkit
mendirikan Perguruan Mustofawiyah. Disinyalir sebagai sekolah pribumi pertama di
tanah Batak yang sudah modern dan sistematis. Haji Mustofa Husein Purba Baru,
dari marga Nasution, merupakan penggagas perguruan ini. Dia, yang dikenal sebagai
Tuan Guru, merupakan murid dari Syeikh Muhammad Abduh, seorang reformis dan
rektor Universitas Al Azhar.
Lulusan perguruan Musthofawiyah ini kemudian menyebar dan
mendirikan perguruan-perguruan lain di berbagai daerah di Tanah Batak. Di
Humbang Hasundutan di tanah Toba, alumnusnya yang dari Toba Isumbaon mendirikan
Perguruan Al Kaustar Al Akbar pada tahun 1990-an setelah mendirikan perguruan
lain di Medan tahun 1987. Daerah Tatea Bulan di Batak Selatan merupakan pusat
pengembangan Islam di Sumut. HKBP sendiri pernah menjadi gereja protestan
terbesar di Asia. Para turunannya mendirikan gereja Angkola, Karo dan Dairi di
berbagai tempat di Indonesia. Demikian pula di Kesultanan Langkat, para
keturunan Jatengger Siregar gelar Tuanku Ali Sakti mendirikan ‘Lilbanaad
College’.
1923
Arsip Bakkara diamankan pendeta Pilgram
1928
Jong Batak merupakan elemen sumpah pemuda. Orang-orang Batak
tanpa beda wilayah, marga dan agama bersatu mengusir Belanda.
1945
Tanah Batak merupakan bagian dari Indonesia merdeka.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa;
1.
Suku
batak berasal dari Ras Proto
2.
Keturunan
orang-orang batak tidak hanya berasal dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon
(sattabi oppui) tetapi berasal dari beberapa
kerajaan lain. Namun karena Dinasti ini dulu yang lebih pesat
perkembangan sehingga orang menganggap marga-marga batak berasal dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon (sattabi
oppui) sampai sekarang.
3.
Suku-suku
batak lainnya berasal dari, berbagai daerah.
4.
Margamarga di Lampung, halak
Dayak di Kalimantan dohot halak Toraja di Sulawesi. Di Pulo Palawan Philipina
pe adong do na mandok halak Batak nasida.
5.
Suku batak berada dimana-mana
diberbagai daerah di indonesi bahkan di luar negeri yang sudah menetap di sana.
6.
Orang batak sudah tersebar ke
berbagai daerah sebelum kerajaan Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon (sattabi
oppui) dan bergabung dengan kerajaan batak lainnya yang ada di daerah lain dan
membuat marga-marga baru.
7.
Namun disayangkan banyak orang
batak yang sudah lama menetap di daerah lain, sebahagian dari mereka tidak
membuat marga anaknya sehingga berkelanjutan sampai ke cucu-cucunya sehingga
cucu-cucunya tidak tahu silsilahnya. Dan kemungkinan bisa menikah dengan
saudaranya (satu marganya) karena tidak tahu dia marga apa.
Kesimpulan ini di dukung oleh teori yang dibawah ini:
Margamarga di Lampung, halak Dayak di Kalimantan
dohot halak Toraja di Sulawesi. Di Pulo Palawan Philipina pe adong do na mandok
halak Batak nasida.Dung manang sadialeleng Raja Batak manosor di
Sianjurmulamula, sorang ma di bortian anak lahilahi dibahenma goarna “Toga
Datu”. Dung dapot tingkina martinodohon Toga Datu sorang ma muse anak paidua,
dibahenma goarna “Toga Sumba (Raja Isumbaon)”, jala anakna siampudan dibahenma
goarna “Toga Laut”.
Pomparan ni Toga Datu na margoar muse Guru
Tateabulan ima sude margamarga na adong di Borbor Marsada dohot Lontung. Pomparan
ni Raja Isumbaon ima sude margamarga di pinompar ni Tuan Sorimangaraja: Nai
Ambaton/Ompu Raja Nabolon, Nai Rasaon/Raja Mangareak dohot Nai Suanon/Tuan
Sorba Dibanua.
Pomparan ni Toga Laut na laho tu Karo, Alas
dohot Gayo gabe marsada dohot pomparan ni Raja Asiasi, masuk margamarga na
adong di Alas dohot Gayo; ima marga Sekedang, Selian, Ciberou, Pinem, Munte,
Karo di Alas; jala marga (mergo) Ciberou, Bobasan (Batak na 27), Melala d.n.a
di Gayo.
Sumber: http://manik.web.id/2008/06/21/asal-usul-si-raja-batak.html
Sumber: http://manik.web.id/2008/06/21/asal-usul-si-raja-batak.html
Bangsa Batak sendiri, selain terdampar di Filipina, sebagian
terdampat di kepulauan Andaman (sekarang merupakan bagian dari India) dan
Andalas dalam tiga gelombang.
Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut dan sampai
ke Pulau Enggano. Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Mereka
kemudian bergerak memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang
Kiri dan mulai mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan membuat
identitas sendiri yang bernama Batak Gayo. Mereka yang menyusuri Sungai Simpang
Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak. Batak Gayo dan Alas kemudian
dimasukkan Belanda ke peta Aceh. Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di
Muara Sungai Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati
Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba.
Mereka kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur
Sagala Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk
Buhit pun tercipta.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://simbolonbermanhot.blogspot.com/2013/07/sejarah-suku-batak_21.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Sejarah Suku Batak Lengkap
Ditulis oleh Berman HS
Rating Blog 5 dari 5